Judul : Sang Penyihir dari Portobello
Penulis : Paulo Coelho
Penerjemah : Olivia Gerungan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan kelima, November 2013
Tebal : 304 halaman
Rate : 3 / 5
“Kau adalah apa yang kau percayai tentang dirimu sendiri” – Penyihir dari Portobello, hal 176
Sherine Khalil, atau biasa menyebut dirinya sendiri Anthena, menyadari kalau ia berbeda bahkan sejak ia masih kanak-kanak. Tumbuh sebagai anak seorang duta besar yang dibesarkan secara Katolik dengan taat, Sherine menjadi gadis yang cantik dan cerdas. Ia begitu dilimpahi kasih sayang oleh kedua orangtuanya, hingga tak mungkin anak yang begitu sempurna ternyata dikemudian hari menjadi begitu pembangkang dan keluar dari jalur yang sudah orangtuanya siapkan.
Dimulai dari kenyataan bahwa Sherine adalah seorang anak angkat yang diambil oleh orangtuanya di sebuah panti asuhan kumuh yang berada di daerah sengketa. Pemilik panti asuhan mengatakan bahkan Sherine adalah anak seorang gipsi, tapi ibu angkat Sherine tidak peduli dan merasa bayi itu sudah ditakdirkan sebagai anaknya. Tapi Sherine menerima kenyataan itu dengan tenang dan bilang kalau orangtua angkatnya tetap menjadi keluarganya yang tak tergantikan.
Kemudian, keanehan Sherine semakin menjadi-jadi dengan keinginan Sherine untuk menikah muda dengan kekasihnya. Ia ingin memiliki seorang anak, hanya itu yang ia katakan ketika ditanya mengapa ia menikah muda. Akibatnya pernikahan yang premature itu tak berlangsung lama, segera setelah Sherine memiliki anak, ia terlalu sibuk mengurus anak laki-lakinya yang diberi nama Viorel itu, sementara suaminya mulai stres dengan kuangan dan biaya yang semakin menekan. Hingga keharmonisan keluarga mereka tidak bisa dipertahankan lagi dan akhirnya mereka pun bercerai.
Di sanalah titik dimana dunia Sherine berubah. Ia mulai mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya di sebuah bank dan menyewa sebuah tempat di dekat bank tempatnya bekerja. Lalu ia berkenalan dengan tetangganya yang memiliki sebuah perkumpulan dan mengajarinya sebuah tarian yang merupakan sebuah ritual dari masa lampau. Hingga akhirnya takdir menuntunnya menuju sebauh gagasan yang menjadikannya seorang guru spiritual paling berpengaruh di Inggris.
Okay, sekarang lanjut dengan review-ku. Aku membeli buku ini tanpa mikir atau bahkan melihat sinopsisnya, karena aku memang berencana membeli seluruh buku Paulo Coelho. Secara garis besar, bukunya yang satu ini tidak berbeda jauh dengan buku-bukunya yang lain. Paulo Coelho masih bermain dengan ide-ide dan kutipannya yang terselip di percakapan setiap tokoh, kemudian lebih banyak mengedepankan konflik batin yang berimbas pada konflik antar tokoh. Hanya saja, yang berbeda di sini adalah, buku ini seperti sebuah buku biografi yang menceritakan satu orang tokoh, yaitu Sherine atau Anthena.
Sudut pandang pencerita dalam buku ini adalah semua tokoh yang terlibat di dalam kisah hidup Sherine dan mereka bergantian menceritakan interaksinya dengan tokoh utama dalam buku ini. Yah, seperti kalian sedang menonton narasumber bercerita tentang seorang tokoh di film-film documenter orang terkenal lah.
Gaya menulis seperti ini memang baru buatku, jadi membacanya agak membuatku sedikit kebingungan dan terkadang luput membayangkan apa yang sebenarnya diinginkan oleh alur ceritanya. Meski kisah yang diceritakan begitu runut dan masih dapat dituruti, alurnya agak berantakan karena sudut pandang si pencerita dalam novel ini begitu banyak. Apa lagi semuanya menggunakan sudut pandang orang pertama, hingga pembaca pun harus berganti-ganti peran sesuai dengan tokoh ‘aku’ yang bercerita di dalam bagian tersebut.
Kemudian, untuk plotnya, bagiku agak sedikit membosankan. Tidak adak twist yang berarti dan meskipun ada agak kurang nendang. Mungkin karena buku ini terlalu mengalir dan menitik beratkan pada ide-ide serta pesan yang ingin disampaikannya, jadi plot ceritanya sendiri jadi agak terbengkalai hingga pembaca pasti cepat bosan. Jujur saja, sampai ditengah-tengah buku aku bahkan melewati beberapa lembar dengan hanya membaca skimming. Hehehe.
Lalu untuk karakter tokoh utama dalam cerita ini menurutku agak kurang bisa didalami, karena digambarkan secara subjektif dari sudut pandang berbagai tokoh yang ada di dalam cerita ini. Jadi aku tidak bisa menentukan seperti apa tokoh Sherine ini, kesannya seperti saat kita diceritakan oleh teman kita tentang seseorang yang bahkan belum pernah kita kenal. Jadi memang, yah… gitu deh, penggambaran karakternya agak membingungkan.
Tapi meski ada beberapa catatan di atas yang membuatku agak kurang sreg dengan buku ini, pesan yang disampaikan Paulo Coelho melalui Sherine cukup kuat tersampaikan.
“Jadilah berbeda.”
Well, terdengar simple, tapi apa kalian mengerti arti sesungguhnya dari pesan itu? menjadi berbeda tentu sulit. Kalian harus siap dicaci, dimaki, dan dihina sedemikian rupa karena menjadi berbeda berarti menentang seluruh jagad raya ini. Dan ini benar-benar ditunjukkan dalam sosok Sherine yang menjadi tokoh yang berbeda hingga akhirnya ditentang banyak orang.
Orang banyak takut mengambil risiko menjadi yang berbeda, merasa nyaman berada di dalam air yang tentang dan menolak berenang melawan arus. Hingga akhirnya kita pun menjalani hidup yang dijalani banyak orang, dan berakhir menjadi ‘bukan siapa-siapa’.
Buku ini sedikit banyak membangkitkan visi hidupku yang kucari-cari selama ini (eh, curcol dikit boleh dong ya), aku tidak ingin menjadi gadis biasa-biasa saja. Aku ingin menjadi ‘seseorang’, yang tidak hanya membuat orangtua dan keluargaku bangga tapi juga terutama membuat diriku sendiri bangga dengan apa yang kuraih dalam hidupku. Aku tidak ingin hidup dengan penyesalan.
Yah, dan Paulo Coelho, seperti biasa, berhasil membuat semangat hidupku bangkit dengan buku-bukunya, tak terkecuali bukunya yang satu ini.
Jadi, kesimpulannya bintang tiga ya, minus satu bintang karena plotnya kuarng nendang dan minus satu bintang lagi karena gaya berceritanya yang agak sulit dimengerti. Buku ini emang cocok banget buat kalian yang sedang bingung dengan jati diri dan mencari-cari kisah yang sekiranya dapat menginspirasi kalian untuk menjalani hidup lebih baik lagi.
Reblogged this on The Book Thief.
Aku suka sama plot dan gaya berceritanya yang beda. Dari sini kita bisa tau kalo Paulo Coelho itu penulis yang suka bereksperimen, enggak terjebak sama gaya bercerita mainstream dan mencoba cara baru dan nyeleneh untuk menyampaikan kisahnya. Meskipun enggak sebagus Sang Alkemis, tapi aku tetap suka dengan novel ini. Ada banyak pesan juga, meskipun beberapa diantaranya aku enggak ngerti, heheheh.