Judul : Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe
Penulis : Benjamin Alire Sáenz
Penerbit : Simon & Schuster Books for Young Readers
Terbit : Cetakan pertama, 21 Februari 2012
Tebal : 359 halaman
Rate : 5 /5
“Another secret of the universe: Sometimes pain was like a storm that came out of nowhere. The clearest summer could end in a downpour. Could end in lightning and thunder.”
― Benjamin Alire Sáenz, Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe
Aristotle—atau bisa dipanggil Ari—adalah seorang remaja laki-laki yang pendiam dan tidak memiliki teman. Ari marah terhadap Dad, mungkin hanya masalah sepele, tetapi Ari tetap saja marah karena ayahnya menutupi masalah kakak laki-lakinya yang ini mendekam di sel penjara. Ari merasa Dad selalu membual tentang segalanya, membahas tentang hal-hal yang baik saja lantaran selama ini ia menolak untuk membicarakan perang Vietnam yang dulu pernah dilaluinya.
Dante—yang terkadang tertawa pada namanya sendiri—adalah seorang remaja laki-laki seumuran Ari. Dante selalu punya cara tersendiri dalam memandang dunia ini, bagaimana ia berpikir pelik, juga dengan cara-cara uniknya dalam menyukai segala sesuatu. Dante dan ayahnya, Sam, selalu dekat. Mereka saling menimpali omongan, begitu pun saling bertukar cium di pipi.
Ari dan Dante bertemu di suatu siang, di kolam renang, pada liburan musim panas. Semenjak pertemuan itu, keduanya kerap menghabiskan hari bersama dan menjalin pertemanan yang tidak biasa. Bercerita tentang satu hal ke hal berikutnya, dan begitulah keduanya menemukan rahasia-rahasia pada kehidupan di sekeliling mereka.
“Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe” mungkin buku yang paling aneh dari blurb di sampul belakangnya. Hanya dua orang dengan latar belakang yang biasa-biasa saja, lantas berjibaku di sebuah kolam renang. Tetapi, untungnya, pertama kali saya memandangi buku ini, impresi saya tidak melompat karena blurb-nya, alih-alih, lantaran sampul depannya. Dan sejujurnya, saya pikir, buku ini adalah buku filsafat tingkat tinggi. Dilihat dari nama-namanya, Aristotle dan Dante. Siapa sih yang tidak tahu Aristotle? Semua orang pasti langsung menautkan nama tersebut dengan teori-teori gilanya di bidang ilmu pengetahuan, sedangkan Dante… saya menautkan nama ini dengan penulis puisi “Inferno” itu, yang membahas tentang lapisan-lapisan neraka. Tetapi, terlepas dari itu semua, dan saat meniliknya di Goodreads, ternyata “Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe” adalah buku young adult yang menuai banyak bintang dari para pembacanya.
Saya setuju akan hal itu. Dan sebagaimana saya memulai “Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe”, saya serta-merta suka dengan kedua tokoh di dalam buku tersebut. Mungkin sebuah formula biasa yang diciptakan oleh Benjamin Alire Sáenz; menghadirkan kedua tokoh dengan kepribadian yang paradoks. Seorang Ari yang pendiam, tidak punya teman, lalu punya sebuah kesenjangan hubungan dengan ayahnya. Begitu juga dengan Dante, yang dilukiskan sangat hippie; dari detail-detail yang sangat sepele, seperti Dante yang ceriwis, pintar, lebih suka bertelanjang kaki, mengumpat dengan seenaknya, dan memiliki hubungan baik dengan keluarganya, terutama sang ayah. Keduanya terkesan biasa, juga para figuran di dalamnya, seperti kedua ayah ibu Dante dan Ari. Tetapi, sebuah hal yang biasa itulah yang membuatnya terasa rill dan sangat mudah mengobrak-abrik emosi pembacanya.
Dari segi plot, menurut saya “Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe” punya alur yang konstan, tetapi lagi-lagi seperti obrolan spontan di tengah liburan musim panas, Ari dan Dante mulai membicarakan hal-hal yang unik dan random. Tentang ayah mereka, tentang kegemaran Dante, yaitu melukis, lalu tentang puisi dan karya sastra lainnya. Saya rasa, obrolan semacam itu adalah hal yang—lagi-lagi—biasa, tetapi yang membuat tidak biasanya adalah, saat penulisnya menempatkan para pembaca di perspektif seorang Ari. Mungkin tidak semua orang punya kepribadian seperti Ari, tetapi hal unik itu terjadi di sana. Sebagai “aku” di dalam bukunya, Ari selalu menjelaskan segala sesuatu yang baik tentang Dante, tapi tidak tentang dirinya. Seperti pada novel “The Perks of Being a Wallflower” milik Stephen Chbosky, seperti halnya juga tokoh Charlie pada buku tersebut. Mungkin dari karakter Ari, saya bisa menangkap kemiripan antara kedua novel tersebut, tetapi “Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe” lebih mengemas ceritanya dengan lebih ramah dan untuk segala kalangan.
Dalam “Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe”, saya pun menangkap sebuah hal baru dari tulisan Benjamin Alire Sáenz dalam mengupas genre LGBT, yaitu tentang sebuah krisis identitas, yang diungkapkan secara menarik dan akhirnya membuat buku ini punya sedikit esensi roman. Mungkin dari awal, kendati kedua tokohnya, Ari dan Dante, diperkenalkan memiliki umur lima belas tahun, tetapi seringnya, setelah saya hanyut dengan gaya narasi seorang Benjamin Alire Sáenz, yang notabene, seorang penulis buku anak-anak, kerap kali kehilangan identitas terhadap kedua remaja lima belas tahun tersebut. Entah kenapa saya lebih sering menganggap keduanya adalah seorang anak sepuluh tahun, yang masih sangat patuh terhadap nasihat orangtua dan penasaran tentang banyak hal. Namum, hingga di bagian tiga perempat buku, saya akhirnya tahu, bahwa buku ini mungkin sengaja didayung ke arah yang lebih ramah terhadap kalangan anak-anak juga, karena buku ini sesungguhnya ingin menginterpretasikan sebuah krisis identitas yang kerap dialami remaja, tentang bagaimana seorang Ari menemukan jati dirinya setelah ia bertemu dengan Dante.
Dari lima, saya ingin memberikan lima bintang juga untuk “Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe”. Khususnya untuk gaya bercerita yang simpel tetapi asyik dari seorang Benjamin Alire Sáenz; begitu juga dengan caranya mengakhiri sebuah bab dengan sebuah renungan yang mengetuk emosi. Dan untuk ide yang sederhana tetapi sangat bermakna.
Reblogged this on The book thief.
menarik ya… aku masih bertanya-tanya tentang genre-nya. di Goodreads disebutkan bahwa ini termasuk LGBT dan masuk subgenre “Queer”. Nah, itu yang bikin aku tertarik dengan buku ini…
Iya, ini masuk LGBT sih, tapi karena penulisnya adalah penulis cerita anak, jadi isinya lebih banyak ke arah mencari jati diri seseorang.