Sabtu Bersama Bapak – Adhitya Mulya

 

Judul                     : Sabtu Bersama Bapak
Penulis                  : Adhitya Mulya
Penerbit                 : Gagasmedia
Terbit                     : Cetakan ketiga, 2014
Tebal                      : 278 halaman
Rate                        : 3.5 /5

 

Malam itu Gunawan Garnida menatap ke arah lensa handycam, alat yang baru saja ia beli dua hari lalu bersama dengan tripod. Lantas cerita-cerita dan nasihat itu pun bergulir dari bibirnya. Sabtu sore yang dingin, satu tahun kemudian saat wajah terakhir milik Bapak selesai direkam, Satya dan Saka meraung mencari ayah mereka yang telah pergi. Ibu mengajaknya menonton video itu setiap Sabtu. Di kala anak-anak lain gemar bermain, Satya dan Saka menghabiskan Sabtu mereka bersama Bapak. Satu rekaman setiap minggu, Bapak telah merencanakan segalanya sebelum kepergiannya. Ada suka, ada duka, Satya belajar banyak dari nasihat Bapak. Bagaimana menghargai kehidupan, wanita, istri, dan makna sebuah keluarga. Bapak selalu menemani mereka.

Kini, Satya mungkin boleh dibilang mapan di umurnya yang ketiga puluh tiga. Hidup dengan keluarga dan seorang istri, bermukim di Denmark demi bekerja pada sebuah perusahaan kilang minyak dunia. Tapi, Satya tak sebahagia nampaknya. Hidupnya penuh tuntutan. Ia ingin anaknya sepandai dia, pun masakan istrinya yang ingin seenak buatan ibu di rumah.

Pun, telinga Saka panas setiap kali orang menyebutnya tidak punya jodoh. Dari acara satu ke acara lainnya, umurnya yang menginjak kepala tiga selalu dipertanyakan, kapan menikah? Ibu Itjeu ingin putra bungsunya lekas-lekas kawin dan menemukan jodoh yang tepat, seperti yang selalu ia rindukan bersama dengan Bapak.

Adalah kehidupan mereka yang lupa dengan pesan-pesan singkat milik Bapak, tapi di saat kemelut datang, Bapak selalu sayang pada anak-anaknya dan memberikan nasihat yang jitu.

 

Sudah lama rasanya saya mengidamkan buku ini di rak buku saya. “Sabtu Bersama Bapak” tak lagi asing dalam gunjingan teman-teman saya yang gemar dengan buku-buku terbitan Gagasmedia. Genrenya sih memang terasa baru, kendati masih kental dengan gaya “gagasmedia”-nya yang sangat metropop. Tapi, yang pertama kali menarik perhatian saya yaitu cover bukunya. Sesuai dengan yang dicitrakan di sana, bukunya pun memang terkesan sangat kebapakan, tapi masih mengandung unsur komedi, juga tipikal buku harian dengan tanggal yang lekas berubah-ubah dan alur maju mundur.

Baru kali ini saya membaca buku karangan Adhitya Mulya sesungguhnya, tapi sebelumnya saya pernah menyaksikan adapatasi bukunya ke dalam film “Jomblo” sih. Bisa disimpulkan gaya menulis Adithya Mulya tidak jauh dari komedi-komedi yang menggigit, dan sangat laki-laki, tapi sayangnya kadang kalau disandingkan dengan genre yang sangat erat dengan parenting semacam “Sabtu Bersama Bapak” ini, kesan komedinya terkadang malah terkesan maksa dan mengada-ngada.

Terlepas dari semua itu, saya tetap suka dengan unsur kekeluargaan yang Adhitya Mulya coba jangkarkan di tiap adegan dan karakter di bukunya. Setiap permasalahan yang coba ia hadirkan di tengah karakternya pun tidak mengada-ngada, justru sangat sederhana, tentang bagaimana cara memandu sebuah keluarga. Berikut dengan pemecahan masalahnya, mulai dari yang sepele hingga yang besar.

Ada Satya, ada Saka. Dari keduanya saya sesungguhnya lebih tertarik dengan penggambaran seorang Saka atau kadang disebut Cakra. Namanya unik sih, jarang dipakai di novel-novel, mungkin itu salah satu daya tariknya yang berhasil memikat saya, tetapi yang paling saya suka adalah kekontrasannya antara narasi yang mendeskripsikan diri Saka dengan bagaimana ia berdialog dengan antar bawahan di divisinya. Adhitya Mulya menghadirkan dialog-dialog yang begitu hidup dan cerkas. Kendati ceritanya bertulang belakang nasihat yang menjenuhkan, tetapi interaksi yang coba dibangun antara Saka dengan orang-orang di sekitarnyalah yang membuat cerita ini menjadi asyik untuk disimak. Namun, bukan berarti bagian Satya jelek, hanya saja sedikit menjenuhkan, saya merasa konflik yang dihadapi oleh Satya terasa terburu-buru, mulai dari keadaan bersitegangnya dengan Rissa, sang istri, yang diceritakan sangat baik, akan tetapi plotnya mengalami kemajuan yang sangat signifikan, di mana Satya tiba-tiba merasa menyesal akibat pertengkaran kedua rekan di kapalnya. Sedikit terburu-buru sih, karena perubahan sikap Satya sekejap langsung berputar 180 derajat. Saya mengharapkan sedikit penguluran anti-klimaks di sini, dengan begitu pembacanya dibikin penasaran seperti Saka dibikin penasaran oleh jawaban Ayu.

Tetapi, untuk permainan latar, Adhitya Mulya menggarapnya dengan baik di sini. Menyandingi permainan alur yang maju mundur, latar tempatnya dibawa berpindah-pindah dan dijelaskan dengan sisi ekstrinsik yang baik, seperti saat di Bandung, ia menjabarkan segalanya dengan sangat Sunda; di Denmark, ia menggunakan logat-logat blasteran khas warga Jakarta-jadi-jadian J Saya menikmati setiap bagian ceritanya yang dibawa sangat ringan. Catatan-catatan kaki di “Sabtu Bersama Bapak” juga tidak pelit informasi, mungkin beberapa kalimat kuotasinya tidak berasal langsung dari penulis, tapi buku ini tetap mencantumkan nama sang pemiliknya, sehingga mirip karya ilmiah. Terlepas dari itu, catatan kaki “Sabtu Bersama Bapak” tidak hanya sebatas memberitahu, tapi kadang komedinya malah terletak di sana, ya mirip buku-buku Ernest Prakarsa-lah, atau comic-comic lainnya yang gemar mengomentari tulisan sendiri di catatan kaki.

Membaca “Sabtu Bersama Bapak” pastinya menghibur, tetapi di samping itu, saya merasa “Sabtu Bersama Bapak” adalah novel yang diibaratan seperti bubur saring. Mudah dicerna, tapi kaya akan nasihat. Dari cerita dan konflik yang ringan, pembawaan komedi yang baik, tapi komedinya tidak terasa kosong lantaran diimbangi dengan nasihat yang berisi. Mungkin plotnya sedikit membingungkan, ada yang flashback, ada yang flashback dari flashbacknya, lalu ada bagian dari video Bapak. Ya, terkadang ini sih yang bikin saya harus membaca dua kali atau kadang melompat beberapa bagian yang sedikit menjenuhkan mengenai flashback. Tapi, overall, saya pikir, “Sabtu Bersama Bapak” bisa dibilang sebuah genre yang baru dan fresh untuk saya. Buku di era sekarang banyaknya berbicara tentang permasalahan yang dangkal dengan humor yang lucu; permasalahan berat yang sangat serius. Tapi, dalam novel, Adhitya Mulya mencoba menghibridakan yang baik dari setiap novel dan buku yang ada, sehingga terciptalah “Sabtu Bersama Bapak”.

Dari lima, saya bakal memberikan 3.5 untuk “Sabtu Bersama Bapak”; seru, bacaan yang baik buat yang gemar membaca buku yang ringan, tapi tetap bermakna. Penasaran deh ingin membaca buku Adhitya Mulya yang lain.

2 thoughts on “Sabtu Bersama Bapak – Adhitya Mulya

Leave a comment