Judul : Easy ‘Mudahnya Mencintaimu’ (Contours of the Heart #1)
Penulis : Tammara Webber
Penerjemah : Maria Masniari Lubis
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan pertama, Januari 2015
Tebal : 320 halaman
Rate : 4 / 5
“Cinta bukan berarti ketiadaan logika
tetapi logika mempertimbangkan dan memikirkan kembali
menghangatkan dan menyesuaikan cinta itu
di dalam kontur-kontur hati”
–Easy ‘Mudahnya Mencintaimu’, hlm. 221
Seharusnya Jacqueline tidak meninggalkan pesta Halloween malam itu, tapi melihat Erin yang mengumbar kemesraan bersama Chaz. Sepertinya sahabatnya baru akan menghubunginya besok. Jacqueline baru saja hendak mengeluarkan rontek kunci di samping pintu mobil. Merogoh kepalang lama dan sekonyong-konyong saja Buck menyembul dari kegelapan.
Nasib sial Jacqueline tidak berhenti sampai di sana; Buck tidak hanya ingin menggodanya, ia baru saja menyingkap rok dan berniat memerkosa. Di tengah ketakutan Jacqueline, ia mendapat pertolongan dari Lucas.
Sejak insiden itu, Lucas yang tak pernah ia ingat namanya, selalu saja muncul di mana-mana. Di kelas Ekonomi, di kursi belakang, dengan tangan kelabu sehabis menggurat sketsa. Dan kepitan pensil di balik daun telinga, Jacqueline tidak semudah itu dapat melupakan Lucas. Ada sesuatu yang membuatnya merasa aman ketika bersama dengan Lucas, kendati tato-tato itu menjalari lengan bawahnya. Lucas adalah sosok misterius di kelas Ekonomi Dr. Heller. Ia muncul dan hilang begitu saja. Muncul di balik konter Starbucks dan menawarinya untuk dibuatkan sketsa.
“Itu sepenuhnya benar. Aku tahu seperti apa tipenya, meskipun tidak pernah melihatnya. Landon baik. Dan cerdas. Dan jujur.” –Easy ‘Mudahnya Mencintaimu’, hlm. 81
Sementara, Jacqueline masih belum bisa melupakan Kennedy si Brengsek, yang memutuskan hubungan mereka dua minggu lalu, seorang tutor baik hati bernama Landon Maxfield malah ikut mengusik rasa penasaran Jacqueline. Keduanya belum pernah bertemu. Tapi, Jacqueline yakin, Landon bukan pria yang buruk. Nilai-nilainya bahkan meningkat dengan signifikan. Apalagi setelah ia mengerjakan lembar-lembar soal bocoran yang tanpa disangka muncul di ujian berikutnya.
Siapa sesungguhnya Landon? Dan mengapa Lucas terus-terusan menghindar ketika keduanya tak sadar semakin dekat?
“Easy” sebagai pembuka seri “Contours of the Heart” bisa dibilang sebuah novel yang manis. Tidak lebih. Tidak kurang. Tapi pas. Dari penggayaan bahasa sekaligus ceritanya yang klasik. Idenya pasti sudah sering menjamah teling para pembaca. Tentang hubungan asmara seorang laki-laki bereputasi buruk dengan gadis baik-baik. Bukan sebuah tantangan besar. Dan tidak sulit juga untuk diikuti. Banyak novel-novel sejenis, seperti “Perfect Chemistry” karya Simone Elkeles, yang punya alur cerita yang nyaris mirip. Dari lembar awal semuanya terasa gamblang, bahkan ketika dihadirkan karakter pembanding antara pria pertama dengan pria kedua, jalan ceritanya sudah kontras terbaca. Sepintas, “Easy” dengan latar kampusnya bisa saja disalahkaprakan dengan novel-novel young adult. Namun, terlepas menjual sebuah ide yang ringan dengan narasi kasmaran ala young adult, Tammara Webber memberikan sesuatu yang lebih berbobot dari rahasia yang coba ditutupi oleh Lucas. Yang membuat saya menjadi sangat tertarik untuk tidak berhenti membaca.
Alur yang angsurkan “Easy” bisa disimpulkan sebagai alur maju. Mungkin di awal saya merasa sedikit disorientasi mengenai alur, pasalnya di bab pertama, Tammara Webber agaknya ingin menjelaskan tentang bagaimana hubungan Jacqueline dengan Kennedy sebelumnya, tentang alasan-alasan mengapa mereka bisa berpisah dan bertengkar, sehingga ia membuat sub-kecil berjudul “dua minggu lalu”. Namun, menurut saya, hal seperti itu malah membingungkan pembaca, dan jika disambung dengan plot selanjutnya, bagian tersebut malah berangsur dilupakan. Pembaca tanpa diberitahu sepertinya sudah bisa mencari tahu sendiri dari indeks-indeks yang terselip dalam narasi seorang Jacqueline. Secara keseluruhan, saya menikmati alurnya yang konsisten dan dijelaskan dengan baik. Mungkin di bagian kemesraan Jacqueline dan Lucas saja yang membuat saya mendadak merasa bosan dengan adegan-adengan yang penuh repetitif. Sisasat-siasat seperti itu sepertinya sengaja disugguhkan Tammara Webber agar kembali menarik pembacanya, yang mungkin kebanyakan perempuan—agar terasa masuk ke dalam cerita. Tapi, hal semacam itu agaknya hanya terasa efektif untuk pengulangan kedua, tidak untuk tiga empat kali dengan sebuah narasi yang eksplisit yang nyaris sama persis. Akibatnya alur malah terasa melar dan bertele-tele, padahal segalanya bisa disimpulkan menjadi beberapa kalimat yang efisien dan representatif. Tapi, lagi-lagi itu hanya masalah selera sih, untuk yang menyukai novel-novel dewasa romantis, pengulangan dan pendeskripsian eksplisit yang berulang malah membuat seseorang mencintai karakter utamanya.
Pertama kali membaca karya Tammara Webber, gaya penulisannya mengingatkan saya dengan “If I Stay” milik Gayle Foreman, juga sekuelnya. Narasi yang dewasa, deksripsi yang detail, juga perasaan yang menggebu-gebu naratornya yang diramu menjadi satu. Didukung terjemahan yang tak kalah baik, segala yang dituliskan oleh penulisan terasa sangat menghibur pembaca dengan gaya bahasa yang tetap lugas dan tidak berlebihan kendati genre utama yang diusung adalah sebuah novel romantis semi-dewasa. Tammara Webber banyak menggunakan teknik “to show” dalam “Easy”. Mulai dari pendeskripsian latar, karakter, dan yang menjadi jagoan saya adalah saat adegan manuver tarung yang dipertontonkan Lucas. Selain enak dibaca dan mudah dimengerti, “Easy” sebagai sebuah novel new adult yang pertama saya baca, nyatanya memperlihatkan karakter new adult lewat gaya bahasa yang dipakai dalam menjelaskan adegan intim. Satu tingkat lebih ekstrem dari young adult, tapi satu tingkat di bawah novel adult. Pas tapi menantang 🙂
Dari gaya bahasa, yang selanjutnya paling saya sukai dan pembaca perempuan sukai adalah karakternya, terutama Lucas. Sudah menjadi rahasia umum, kalau bad boy selalu menjadi karakter yang paling ditunggu. Pun Lucas dalam “Easy”. Pendeskripsian yang mendukung karakter Lucas adalah yang paling saya suka. Mulai dari gerak-geriknya. Kemisteriusannya. Dan juga anting di bibirnya. Semuanya dijelaskan begitu detail, tapi penuh rahasia. Dan Jacqueline yang digarap sebagai seorang narator utama tidak hanya berdongeng mengenai kisah pertemuannya dengan Lucas. Melalui narasinya, Jacqueline selalu menjelaskan perasaan alih-alih gerakan, yang membuat pembaca ikut masuk ke dalam percintaan keduanya. Namun, yang kurang saya suka dari “Easy”, adalah penghadiran karakter antagonisnya, yaitu Buck. Memang Buck dari awal diceritakan sebagai cowok cabul yang menang pamor di kampus, tapi entah kenapa, dengan reputasi tersebut, Tammara Webber malah selalu mengaitkan keberadaannya dengan kata “perkosa”. Di mana ada Buck, pasti ada korban. Sedikit disayangkan sih, kendati ingin menghadirkan karkater antagonis, agaknya Tammara Webber dapat mengeksplorasi karakter buruk lainnya dari Buck alih-alih mengecapnya hanya sebagai mata keranjang.
Beranjak kepada pengungkapan latar dalam “Easy”, latarnya dibuat sangat ramah. Terlebih didukung dengan gaya bercerita Tammara Webber yang baik, “Easy” malah terkesan seperti buku diari milik Jacqueline; terasa rill dan menyentuh. Atribut-atribut dari sisi ekstrinsiknya ditonjolkan dengan baik dan pas, sehingga mendukung alur cerita.
Sebagai simpulan akhir, saya memberikan nilai 4 dari 5 untuk “Easy”. Untuk sebuah genre baru yang salah kenal (new adult), untuk cerita yang ringan, untuk konflik yang selalu mengagetkan saya di tiap bab baru, dan sebuah alur klise yang mampu menjamah pembaca dengan mudah. “Easy” punya bobot yang pas untuk mengisi waktu kosong dan dijamin, sekali libas, pembaca tidak mau melepaskan buku yang dibacanya.