Across the Universe ‘Melintasi Semesta’ – Beth Revis

 

Judul                     : Across the Universe ‘Melintasi Semesta’ (Across the Universe #1)
Penulis                 : Beth Revis
Penerjemah       : Barokah Ruziati
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Januari 2015
Tebal                     : 488 halaman
Rate                       : 5 / 5

 

 

“Seluruh pesawat ini disatukan oleh logam dan kebohongan, semua orang entah ditipu atau menipu.”
Across the Universe ‘Melintasi Semesta’, hlm. 479

  

Seluruh rangkaian perjalanan itu disponsori oleh Financial Resource Exchange. Persekutuan multinasional yang menyediakan sumber daya bagi kelompok ilmuan dan Awak Kapal militer terpilih untuk melakukan perjalanan lintas semesta dalam rangka mencari lebih banyak sumber daya.

Amy bisa dibilang beruntung, tetapi juga tidak di sisi lain. Kedua orangtuanya yang berprofesi sebagai ilmuan dan awak militer secara kebetulan terpilih menjadi Awak Kapal Godspeed. Tubuhnya dibekukan secara kriogenik sebagai kargo nonesensial. Dijadwalkan akan bangun pada tiga ratus tahun mendatang; menjejaki sebuah planet baru yang bernama Bumi-Centauri.

Tubuh-tubuh beku itu disimpan dengan kecanggihan mutakhir dalam ruang rahasia pesawat. Namun, suatu insiden misterius terjadi, lodong kriogenik nomor 42, tempat di mana Amy terbaring diputus begitu saja.

Amy terbangun dari tidur bekunya. Dirinya terjebak di antara manusia-manusia asing yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Wajah mereka mirip antara satu sama lain, sedang dirinya nampak pucat sepias kertas.

 

“Semua orang di pesawat memiliki kulit warna zaitun kelam yang sama, rambut dan mata cokelat gelap yang sama.” Across the Universe ‘Melintasi Semesta’, hlm. 43

 

Eldest mengancam Amy untuk mengikuti aturan. Ia pemimpin kapal raksasa itu. Mengendalikan 2.312 orang di dalamnya dengan cara yang amat menakutkan. Sekali saja Amy melampaui batas, Eldest tidak segan-segan melemparnya ke ruang angkasa. Namun, sebaliknya, sebagai penerus Eldest, Amy mengenali Elder sebagai remaja pemberontak yang dapat dipercaya.

Insiden pencabutan lodong krio tidak berhenti sampai di nomor 42. Nomor 10 tidak terselamatkan, meninggal lantaran tenggelam dalam cairan krionya sendiri. Amy semakin waswas, ia tak ingin hal tersebut terjadi kepada kedua orangtuanya.

Elder membantu Amy memecahkan kasus tersebut, namun di kala insiden itu terjadi kom-nir (alat komunikasi nirkabel) pesawat mendeteksi kehadiran Eldest di ruang krio. Amy tak bisa serta-merta menuduh pria tua itu sebagai pelaku utama. Alih-alih, Eldest selalu membagi akses ke seluruh ruangan kapal dengan penerusnya, Elder.

Lantas, siapa yang melakukan pencabutan lodong krio tersebut? Dan atas tujuan apa ia melakukan hal itu?

  

Mengeja judulnya, teringat lagu The Beatles dengan tajuk yang serupa. Pun di lembaran awal, Beth Revis tak lupa menyematkan potongan kalimat pendek dari liriknya. Memang tak ada hubungannya dengan The Beatles, tetapi ini berbicara tentang bintang-bintang. Tentang perjalanan umat manusia melintasi semesta mencari sebuah planet yang mirip dengan Bumi (atau dalam “Across the Universe”, mereka menyebutnya sebagai Bumi-Surya).  Beberapa kali ada film yang berkisah tentang hal yang sama, tapi untuk buku remaja, saya baru menemukan satu yang amat sangat brilian. “Across the Universe” sesungguhnya tidak berbicara soal fiksi sains saja, tapi juga genre distopia, yang mana pemimpin mereka bertindak semena-mena dan malah memperdaya rakyat jelata (awak kapal) sebagai budak tanpa jiwa.

Membaca “Across the Universe”, plotnya membuat saya berpikir akan sebuah hibrida dari salah satu cerita distopia klasik, The Giver (karya Lois Lowry), yang berbicara tentang kesamaan dan hireraki penerus kepemimpinannya, serta novel-novel fiksi sains Michael Crichton, yang berbicara teknologi dan sains tingkat tinggi dengan melibatkan rekayasa genetika hingga mutasi. Dari mulanya cerita ini dibuka, saya sudah terpukau dengan deskripsi yang disajikan Beth Revis. Sangat mendetail. Terutama saat proses kriogenik Amy dan kedua orangtuanya. Membuat segalanya menjadi sangat hidup. Tapi, konflik yang ingin diangkat bukanlah hal itu. Semua perjalanan semesta itu bisa dibilang latar belakang yang mendasar. Hingga semuanya memuncak saat pertengahan buku. Sungguh di luar dugaan.

“Across the Universe”  berusaha menyampaikan tentang banyak hal. Tentang wabah dan kehancuran manusia yang dipicu oleh tiga hal; perbedaan; perselisihan; dan pemberontakan. Semuanya berawal dari perbedaan, maka dari itu dibuatlah siasat yang paling jitu untuk menghindarkan wabah itu kembali menimpa para awal kapal Godspeed—menghapuskan perbedaan.

Kadar roman yang coba disampaikan Beth Revis pun sesuai dengan umur kedua tokoh utamanya. Tidak terlalu mendayu-dayu. Tapi, sebagai seorang guru, Beth Revis kentara banyak menyelipkan perilaku para muridnya ke dalam para tokoh. Tentang bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain dan juga memandang tingkah laku orang dewasa lewat mata mereka.

Dari segi gaya bahasa. Dengan melibatkan tokoh-tokoh berumur enam belas dan tujuh belas tahun, membuat “Across the Universe” menurunkan standar narasi agar dapat dinikmati dengan mudah, terutama di bagian aksi pemecahan misteri. Beth Revis sendiri menggunakan dua sudut pandang narator yang bergantian; Elder dan Amy. Kendati bukan tipe gaya bercerita yang saya sukai, namun cerita yang dibangun Beth Revis sanggup menjelaskan setiap inci bagian kapal, perasaan, keganjilan tiap tokohnya hingga segala teknologi futuristk yang ada di dalam Godspeed ia jelaskan dengan baik. Tapi, lantaran “Across the Universe” masih menyandang genre sci-fi sebagai genre utamanya, istilah-istilah kajian pun nyaris bertebaran di mana-mana. Terlebih jika membahas tentang formula-formula yang dimiliki Doc dan beberapa serum khusus dari masa depan yang diterapkan nyaris keseluruh bahan pangan.

Penggunaan sudut pandang, membuat “Across the Universe” tidak seperti novel-novel lainnya yang seringnya memanfaatkan hal tersebut untuk merangkai narasi bersambung. Seperti saat tokoh A berbicara, lalu tokoh B mengungkapkan isi hatinya lewat narasi di bab selanjutnya. Alih-alih demikian, “Across the Universe” menciptakan dua sudut pandang yang benar-benar berbeda dan sering kali pada dua situasi berbeda—saya menyebutnya sebagai plot ganda. Seperti saat menonton film, ada dua tokoh utama yang berkelit dengan dua klimaks fantastis di saat bersamaan, hingga menciptakan keseruan dan tanya tanda yang besar, bagaimana keduanya dapat mengatasi kejadian itu satu sama lain. Dan Beth Revis berhasil mengundang saya untuk tidak berhenti membaca, terlebih saat di bab-bab pertengahan.

Terlepas dari keseruan-keseruan di pertengahan novel, “Across the Universe” tidak dijembatani dengan baik antara bab pertama dengan bab kedua. Saya yang awam, memilih buku tersebut tanpa membaca review; hanya mengandalkan blurb di sampul belakang, beranggapan bahwa plot akan berjalan dengan mulus. Akan tetapi, di bab awal, setelah peristiwa kriogenik itu dipaparkan, cerita akan ditarik maju, semaju-majunya, hingga bercokol pada lima puluh tahun sebelum tiga ratus tahun di masa depan, yang direncanakan oleh para ilmuan sebagai waktu pendaratan di Bumi-Centauri. Mungkin akan lebih baik, jika hal sepele tersebut dituliskan sebagai label keterangan waktu. Dengan begitu pembaca pun tidak bingung, tapi bisa jadi, sebagai novel sci-fi, Beth Revis ingin menguji kecerdasan para pembacanya untuk naik ke level selanjutnya.

Menyinggung hal bab awal yang sama, terutama di bagian bab kedua, yang mana cerita akan dimulai secara misterius dalam sebuah kapal asing. Beth Revis terpaksa membeberkan segala hal secara narasi melalui Elder. Sedikit bosan di bagian ini. Plot pun terasa lambat lantaran terlalu banyak pernak-pernik dunia futuristik yang harus dijelaskan. Dengan banyaknya ruangan di Godspeed dan penemuan-penemuan masa depan yang punya kegunaan sangat aneh.

Untuk pemilihan karakter, bisa dibilang mainstream, laki-laki, perempuan, serta satu tokoh pendukung sebagai sahabat di antara keduanya. Karakter Elder dan Eldest sendiri yang menurut saya paling mencerimkan buku The Giver, yang mana Eldest, seorang pemimpin, memberikan pengajaran personal bagai seseorang yang terpilih, yaitu Elder, sebagai penerusnya. Tapi, tokoh Elder di sinilah yang menurut saya unik, di antara keselarasan yang seharusnya ia patuhi, ia malah menjadi seorang rebel, yang bertindak ganjil dan malah mengundang konfrontasi di antara dirinya dan Eldest.

Karakter lainnya yang paling menarik adalah keberdaan para pekerja (awak kapal) dan bagaimana kebiasaan mereka yang unik. Tidak ingin membocorkan. Tapi, pasti akan sedikit terperangah lantaran berada di luar batas kewajaran. Di bagian ini saya sering bingung, sesungguhnya “Across the Universe” ini punya pembahasan roman yang minim tapi tidak tanggung-tanggung mengumbar sesuatu yang di batas kewajaran dengan mengatasnamakan sains.

 

“Orang normal dianggap ‘gila’, sementara mereka yang sudah kehilangan semua kapastias untuk berpikir serius dianggap ‘normal’.”Across the Universe ‘Melintasi Semesta’, hlm. 318

 

Pembangunan latar seorang Beth Revis terhadap kapal Godspeed terlihat kompleks. Dari suasana yang ia coba bangun, saya bisa merasakan segalanya diletakkan dengan tepat. Ia tidak hanya membuat latar futuristik tanpa melibatkan interaksi karakternya. Tapi dengan kebiasaan-kebiasaan kecil, ia dapat menghidupkan ketidakwajaran dan kenormalan para penghuni kapal.

Dan untuk menyokong penggambaran latar tempatnya, dengan banyaknya ruangan seperti Level Penjaga, Level Awak Kapal, Balai Catatan, dan setiap tempat yang mana para karakternya dapat berkeliaran dalam pesawat seluas 2.590 hektare, Beth Revis menyediakan peta Godspeed dalam bentuk poster. Peta tersebut amatlah membantu. Di bab awal seringnya, saya lupa dan bingung, ruangan mana yang coba penulisnya gambarkan, tapi peta itu cukup untuk membatasi ruang imajinasi saya untuk bisa sepaham dengan latar cerita. Tapi, dengan begitu, saya menjadi lebih ingin melihat buku ini diadaptasi dalam bentuk film, pasti setiap seluk-beluk pesawat yang tidak sempat saya bayangkan dapat disajikan secara gamblang.

Terakhir, untuk karya mutakhir karya Beth Revis, saya memberikan 5 bintang seutuhnya. Saya tidak pernah berpikir “Across the Universe” akan mengangkat konflik hingga sejauh itu. Dari cover depannya, yang saya bayangkan dalam roman dalam kapal ruang angkasa. Tidak ada menyinggung soal distopia, apalagi kisah misterius dalam menungkap seorang pembunuh berantai. Ditambah dengan detail-detail yang selalu dipaparkan dengan baik, kendati ini sebuah karya fiksi, tapi “Across the Universe” sangat dapat dipercaya dan relevan.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s