Slammed ‘Cinta Terlarang’ – Colleen Hoover

 

Judul                     : Slammed ‘Cinta Terlarang’ (Slammed #1)
Penulis                 : Colleen Hoover
Penerjemah       : Shandy Tan
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, April 2013
Tebal                     : 336 halaman
Rate                       : 4.5 / 5
 
 

“Keterbatasan itu ada untuk dilampaui.” Slammed ‘Cinta Terlarang’, hlm. 253

 

Waktu terlalu lekas berlalu, tujuh bulan lalu Layken Cohen baru saja dikejutkan oleh berita kematian sang ayah yang mendadak, kini ia terdampar di Michigan dalam U-Haul pinjaman. Layken benci Michigan. Ia menyukai Texas, tempat tinggalnya dulu. Tapi, ia tak dapat berbuat banyak; tidak ingin menyusahkan Mom dengan masalah keuangan, keluarga Cohen terpaksa harus pindah.

Layken bertemu dengan Will Cooper, tetangga barunya yang luar biasa menarik. Dengan ketampanan dan ketangkasannya, Will mengajak Layken umenghadiri Slams—sebuah pertunjukan puisi yang diadakan setiap Kamis malam di Club N9NE.

Pertemuan pertama Layken dan Will bisa jadi amat memalukan lantaran di pagi buta, perempuan itu terpelecat dan menimpa jembalang pekarangan sambil memakai sandal Darth Vader. Tapi, semua perhatian dan kata-kata Will di Slams terasa membutakan akal sehatnya. Will dan Layken menjadi amat dekat. Namun, semuanya berubah lantaran Layken tak sengaja memergoki Will mendatangi sekolah barunya.

Will tercekat; pun Layken yang terimpit perasaan dan rasa bersalah. Semenjak insiden itu, mereka tahu, mereka takkan pernah bersama. Layken berpikir tentang perasaannya, tapi ia tak boleh egois, Will punya alasan yang amat penting dan berhubungan dengan nyawa seseorang.

Sementara Layken berkelit dengan perasaan dan perjumpaannya dengan Will di sekolah; Mom rupanya menutupi rahasia di baliknya dan Kel. Mulai dari panggilan telepon, puisi romantis, dan nyatanya, Mom membual soal masalah finansial mereka. Rumah mereka di Texas pun utuh, tak berniat ia jual. Apa yang sesungguhnya Mom tutupi? Apakah ia bertemu dengan orang lain di luar sana dan hanya dalam waktu tujuh bulan, Mom melupakan Dad?

 

 

“Bukan kematian yang menonjok kalian, Layken. Kehidupan-lah yang melakukannya. Kehidupan bergulir. Hal buruk terjadi. Dan ini sangat sering terjadi. Kepada sangat banyak orang.” Slammed ‘Cinta Terlarang’, hlm. 225

 
 

 
Cukup tiga deret kalimat kuotasi untuk menggambarkan “Slammed”. Bukan sekadar roman, tapi ini bercerita tentang “kehidupan”. Bagaimana sebuah kehidupan yang kadang terasa berkecukupan—dalam hal materi; ketersediaan orang-orang; dan kemapanan finansial ada di sekeliling kita—dapat hancur berkeping-keping dan membuat seseorang mengumpat. Dan begitulah kehidupan para tokoh dalam “Slammed”. Kendati ingin menunjukkan cinta remaja yang sedang seru-serunya untuk disimak, tapi dalam buku Colleen Hoover pertama yang saya baca, ia tidak menyuguhkan sebuah novel yang kosong, yang bercerita melulu soal cinta. Ia berpesan tentang keluarga. Tentang seorang ibu yang hebat, seorang remaja putri yang luar biasa tabah, tapi ketabahan seseorang tidak hadir dengan sendirinya lantaran ia pun perlu ditempa.

“Slammed” mengambil sebuah tema yang sangat sehari-hari. Pertemuan kedua tokoh utamanya begitu sederhana. Banyak novel, pun film yang mengambil pola pertemuan dua karakter utama yang serupa. Tapi yang membedakan “Slammed” adalah saat keduanya berkompromi atas alasan satu sama lain. Dan satu lagi yang paling suka dari “Slammed”, yaitu bagaimana plotnya mengambil celah dari sebuah cerita tragedi dan membuatnya punya sisi positif yang patut disyukuri.

Gaya bercerita Colleen Hoover mirip dengan novel Gayle Foreman “If I Stay”. Dengan lingkungan yang serba-salju dan tenang. Saya bisa membayangkan segalanya berjalan dengan amat remaja. Bagaimana pertemuan dua orang yang bertetangga. Dan juga narasinya yang diisi dari sudut pandang Layken, remaja peremuan yang memendam duka. Dari awal cerita dibuka, Layken tak langsung membuat segalanya menjadi terkomplikasi satu sama lain. Ia mulai dari hal yang paling mendasar, yaitu nama, dan dari namanya yang unik, Layken. Ia menjelaskan sebuah napak tilas yang lucu. Semuanya terasa sangat mengalir. Dan alur maju mundur pun sering mendominasi cerita di kebanyakan bab dari “Slammed”. Saya sama sekali tidak merasa terganggu lantaran Colleen Hoover membuat pembaca bergerak maju dan mundur secara bersamaan. Dialog-dialog para tokohnya pun selalu mengandung humor. Terlebih jika menyinggung soal karakter Eddie, Kel, dan Clauder.

Pendeskripsian yang dipakai Colleen Hoover pun tidak bertele-tele. Memang terkadang ada beberapa adegan tinju-meninju, tapi saya suka kekonsistensian Colleen dalam membuat alur cerita. Ia memaku dengan pasti ke mana alur cerita itu akan berjalan; dan ia memilih roman-tragedi. Ke sanalah ia harus memandu pembaca, sehingga untuk adegan perkelahian. Ia banyak merangkum itu dengan sebuah adegan singkat yang tidak bertele-tele dan membuat pembaca kehilangan fokus.

Satu lagi jika bercerita soal “Slammed”. Jika sub-judul terjemahannya berkata “Cinta Terlarang”. Well, sedikit ganjil sih. Memang “Slammed” berbicara soal cinta terlarang. Tapi, sesuai dengan tujuannya, tujuan utamanya adalah puisi. Dan kalau berpikir soal puisi, pasti yang terbersit di benak adalah kata-kata mendayu dan diksi setinggi langit. “Slammed” tidak begitu. “Slammed” bercerita tentang makna. Alih-alih menarik pembaca dengan kata-kata cantik dan segala hal yang sulit dimengerti, puisi-puisi yang disajikan oleh Colleen Hoover dalam “Slammed” malah terasa menonjok dan mudah dipahami.

Colleen Hoover sukses membuat “Slammed” terlalu nikmat untuk dibaca. Sekali membuka lembar pertama, saya pun dikirim jauh menjelajahi kehidupan asyik Layken bak rollercoaster. Dari pembukaan cerita, alurnya terasa konsisten, hanya saja untuk relevansi ceritanya, di awal pertemuan Layken dan Will, pembaca seperti diangsurkan cerita cinta remaja yang sangat biasa, terlebih saat keduanya menyangkal perasaan masing-masing. Layken dan Will sempat membuat saya bertanya-tanya, mengapa keduanya begitu bodoh dan dangkal. Mungkin saya terlalu terburu-buru, lubang plot yang dibuat Colleen Hoover tidak terjawab langsung di bab selanjutnya. Perlu akumulasi dari bab pertama hingga ke bab nyaris belakang hingga saya tahu, mengapa semuanya begitu sulit untuk keluar dari lingkaran setan.

Sebagai bocoran yang sangat minim, penutupan cerita “Slammed” bisa dibilang berhasil. Ada pahit. Ada manis. Hanya saja tidak terlalu setuju dengan bab “Epilog”. “Slammed” punya sekuel “Point of Retreat” dan “Epilog” membuatnya terasa seperti novel singular tanpa sekuel. Dan penutupan yang terasa tiba-tiba tersebut pun menghilangkan esensi konsisten dari bab pertama hingga bab menjelang akhir. Mungkin ini yang kurang saya suka dari “Slammed” dan mungkin juga saya merasa penasaran dengan bagaimana hubungan Will dan Layken, alih-alih, ditutup dengan “Epilog” yang terasa memaksa.

Untuk kedua tokohnya, Will dan Layken. Nama Layken terlalu unik untuk dilupakan. Dari pemilihan nama, Colleen Hoover berhasil untuk menarik perhatian pembaca. Dan untuk Will. Kesannya nampak biasa di benak saya. Sampai konflik memuncak dan ia menjadi karakter yang luar biasa menarik. Pada intinya, semuanya memang terkesan mainstream tapi yang membuatnya berbeda adalah interaksi antartokohnya. Yang paling saya suka mungkin sisi kekeluargaan para tokohnya yang sangat kental terasa, bagaimana mereka saling membantu, saling melindungi, saling berbohong. Dan banyak lagi yang membuat hati pembaca terenyuh. Terlebih dengan kehadiran Eddie, sahabat baru Layken. Dari struktur tersebut, memang terbaca sudah peran dari kehadirannya di sisi Layken, tapi karakter Eddie adalah yang paling membekas di benak saya. Eddie adalah seorang perempuan. Tapi, ia bukan perempuan biasa, ia luar biasa riang. Yang menarik dalam “Slammed”, setiap tokoh utama di ceritanya tidak dikisahkan dengan kondisi 100% sempurna. Sebagaimana seseorang hidup ke dalam dunia, setiap orang pasti punya cerita dengan luka. Mungkin ada yang bilang kalau ceritanya ada yang paling sengsara, tapi nyatanya, banyak cerita dari orang lain yang lebih sengsara dari cerita yang satunya. Di momen itulah, sepertinya saya tahu, Eddie adalah seseorang karakter yang diciptakan begitu hebat oleh Colleen Hoover.

Secara keseluruhan, saya sangat menyukai ide Colleen Hoover soal “Slammed”. Bagaimana ia membuat sesuatu yang biasa menjadi menarik. Cerita-ceritanya pun tidak semudah itu dilupakan oleh pembaca. Bukan hanya plot yang menari-nari, tapi makna dan kuotasi yang kerap kali menonjok hati. Dari lima, saya ingin memberikan 4.5 untuk “Slammed”. Sebuah cerita yang membuat saya tidak tidur semalam demi menandaskan halaman terakhir.

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s