All Our Yesterdays ‘Segala Masa Lalu Kita’ – Cristin Terrill

 
 
Judul                     : All Our Yesterdays ‘Segala Masa Lalu Kita’
Penulis                 : Cristin Terrill
Penerjemah       : Maria Lubis
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Agustus 2015
Tebal                     : 448 halaman
Rate                       : 4 / 5

 
 

Pada dasarnya ruang dan waktu sebenarnya adalah sesuatu yang sama, semacam film raksasa yang terentang di sepanjang jagad raya yang disebut ruang-waktu. Objek-objek padat menekuk lembaran ruang waktu ini, seperti trampolin yang menjadi cekung saat seseorang berdiri di atasnya. Jika kita memiliki sesuatu yang cukup berat, yang luar biasa berat, benda itu bisa melubangi trampolin tadi.”All Our Yesterdays ‘Segala Masa Lalu Kita’, hlm. 83

 
 
Entah sudah berapa kali Em terpaku pada ceruk saluran air. Itu hal pertama yang ia lakukan kala ditempatkan dalam sebuah sel pengap. Otaknya berpikir keras, dikurung di balik jeruji bukan pengalaman pertama baginya; Em harus melawan. Ia memikirkan cara-cara jitu sembari ditemani sebuah suara dari sel tetangga, yang mempertanyakannya, ke mana tujuan mereka selanjutnya? Sudah puluhan kali Em mencoba. Menggunakan Cassandra—mesin waktu kebanggaan sang doktor—untuk melompat ke masa lalu dan menghancurkan mesin keparat itu dengan berbagai cara, tapi usahanya tetap saja gagal. Kini, hanya tersisa satu siasat, dan suara itu membayangi dirinya, ia harus melompat ke masa lalu dan membunuh sang doktor.

Empat tahun lalu, Marina jatuh cinta pada sahabatnya. James Shaw tiba-tiba saja berubah menjadi super-menawan dalam satu malam. Ia genius, kaya raya, dan Nate, kakaknya baru saja mencalonkan diri menjadi anggota kongres. Fin Abbot, sahabatnya, tahu kalau James juga punya perasaan yang sama terhadap Marina.

Malam itu Marina berdandan sangat cantik. Hendak menghadiri pidato penting yang akan dilakukan Nate. Namun, siapa sangka jika sebuah insiden penembakan terjadi begitu saja. Nate terjungkal dari podiumnya. Dan James yang begitu menyayanginya meraung tak keruan.

Segala hal bergulir sangat kacau. Mulai dari mengusut penembak yang mencelakai Nate; Marina merasa melihat orang-orang asing yang mirip dirinya menyisipi kehidupannya.


 
 

Menikmati “All Our Yesterdays” karya Cristin Terrill memang perlu diperlengakapi dengan sepetak waktu kosong. Ada kala-kala bosan di depannya. Yang mana idenya cukup jarang dan berusaha menjebak para pembacanya. Dan ada dua nama yang selalu mengusik, Em dan Marina. Kalau di novel-novel fantasi lain, yang menggunakan dua sudut bercerita, bab yang berjudul Em pasti laki-laki, dan Marina jelas perempuan. Tapi, ekspektasi saya salah besar, keduanya perempuan. Lantas, saya berpikir, apakah keduanya kakak beradik? “All Our Yesterdays” adalah karya perlu jebakan. Di awal, pembaca pasti merasa ganjil. Bingung dan bertanya-tanya. Segmen pertama yang berjudul Em tidak dipetakan secara jelas, tidak ada bagian khusus yang bersifat introduktif. Siapa Em? Kenapa dia berada dalam sel itu? Dan siapa lagi Fin yang selalu bercanda dengannya dari sel tetangga?

Pertanyaan-pertanyaan itu tidak lekas dijawab penulisnya. Cristin Terrill membiarkan tokoh-tokohnya berlari kesetanan, meminta bantuan Connor, seorang sipir yang baik hati. Dan menggunakan mesin waktu. Dan itulah inti dari “All Our Yesterdays”; melompat ke masa lalu dan mengubah sesuatu. Jika ingin dijabarkan, sesungguhnya, ide cerita “All Our Yesterdays” tidak sekompleks cover asli dan genre-nya—fiksi ilmiah, alur ceritanya malah lebih berfokus pada alur drama. Percintaan antara James dan Marina. Lalu, percintaan antara Em dan Fin. Dan keduanya harus beradu, diburu waktu, sekaligus menggagalkan hal yang akan terjadi di masa sekarang.

 

“Kami harus merusak Cassandra sebelum mesin itu dibangun.”All Our Yesterdays ‘Segala Masa Lalu Kita’, hlm. 83

 

Eksekusi bercerita Cristin Terrill yang paling saya acungi jempol. Dari sebuah ide yang sesungguhnya klise digunakan oleh film-film fiksi ilmiah di masa lalu, seperti “Back to the Future” contohnya, ia mampu mempermainkan emosi pembacanya. Tokoh-tokohnya tidak banyak, saling berhubungan, seperti menghuni universe yang berbeda, layaknya buku “Cloud Atlas” karya David Mitchell. Namun, jangan berpikir terlalu tinggi tentang “All Our Yesterdays”. Walau banyak adegan laga di dalamnya, berbicara tentang mesin waktu dan paradoks-paradoks, “All Our Yesterdays” masih digolongkan punya gaya bahasa yang mudah untuk dibaca. Alih-alih menggunakan banyak istilah kajian mengenai ilmu fisika kuantum yang berbicara tentang ruang dan waktu, Cristin Terrill seringnya menyebutkan paradoks-paradoks ganjil yang disebabkan oleh permainan waktu sebagai sebuah simpulan, sehingga kadang kali pembaca menganggapnya seperti kejadian magis.

Di satu sisi saya menyukainya, karena dengan begitu pembaca jadi bisa menghemat waktu, langsung mengetahui inti permasalahan, apalagi alur ceritanya pun sudah penuh teka-teki. Jika ditambah dengan hal-hal keilmuan semacam itu, pastinya hal-hal yang harus dicerna akan lebih memusingkan. Tapi, di sisi lainnya saya pun sempat bertanya tentang paradoks-paradoks tersebut dan latar belakang pembuatan Cassandra. Apakah hal-hal itu memang relevan dan terjadi? Dan kenapa bisa begitu? Hingga akhir, pembaca hanya ditinggalkan premis tanpa adanya pembuktian.

 

“Mungkin waktu berusaha mengetahui di mana seharusnya kita berada. Mungkin waktu mencoba menghapus kita.”All Our Yesterdays ‘Segala Masa Lalu Kita’, hlm. 266

 
 
Ada dua sudut pandang yang dibagi Cristin Terrill untuk bercerita mengenai kisah mereka. Em dan Marina. Dua perempuan, tapi berbeda karakter. Lewat narasinya Cristin Terrill ingin menceritakan penokohan keduanya secara dramatis. Pada bagian Em, narasi yang direpresentasikan Cristin Terrill terlihat kaku, penuh pemikiran logis. Seperti halnya tokoh-tokoh heroine dalam film fantasi; tangguh, pemberani, penuh hasrat, dan pandai berkelahi. Dan dengan begitu alur yang dibawa terasa cepat.

Berbeda dengan Marina yang gemulai. Alur pada bagian Marina yang terjadi empat tahun lalu mencitrakan seorang remaja perempuan yang lugu, polos, dan seperti gaya bercerita roman-roman young adult pada umumnya. Tidak ada gerakan terburu-buru. Lebih pada adegan kasmaran. Dan kadar adegan romannya pun hanya sebatas roman yang manis.

 

Alurnya juga terasa hebat. Ada beberapa buku yang beralur ganda yang pernah saya baca, tapi tetap saja, “All Our Yesterdays” mampu menjebak saya.  Pasalnya di awal, saya berpikir yang mana ceritanya akan bergelut pada satu universe saja. Marina dan Em yang ditempatkan pada arena yang sama, tapi nyatanya, keduanya punya dua hal yang amat berbeda sedari awal. Di arena masa sekarang dan masa lalu, lantas yang masa sekarang kembali ke masa sekarang dan berpikir lewat sudut pandangnya sendiri. Apalagi dengan melibatkan dengan permainan paradoks waktu. Dalam “All Our Yesterdays” diceritakan kalau seseorang yang mencoba mengubah tatanan waktu, pastinya akan mengalami paradoks. Ini menarik, menurut saya, lantaran melibatkan alur ketiga yang terjadi di benak masing-masing tokohnya, Em dan Fin. Sehingga mereka kerap berhalusinasi dalam dunia mereka sendiri dan tidak sadar akan dunia yang kini mereka huni.

Sebagai pembaca agaknya latar pun tidak terlalu penting. Saya sendiri kala membaca sedikit bingung. Apalagi dengan permainan dua alur yang berbeda. Tiga pasangan tokoh yang berpikir berbeda-beda, memiliki watak yang juga berbeda. Latar di masa sekarang bisa dibilang hancur dan mengalami kekacauan. Mungkin lantaran demikian, “All Our Yesterdays” disebut sebagai novel distopia. Tidak terlalu setuju sih. Distopia di sini malah terasa minim. Alih-alih, lebih menyoroti latar di masa lalu. Tapi, lagi-lagi karena ini rencana pembunuhan, plotnya berjalan cepat, tanpa seorang pun tahu, kalau mereka harus berpindah-pindah.

Secara keseluruhan, “All Our Yesterdays” bisa dibilang sebagai bacaan yang menghibur, menegangkan, dan menguras otak. Bagi pembaca yang suka dengan teka-teki, pasti akan langsung terperanjat di bab pertama. Tapi, bagi pembaca yang selalu menagih jawaban, seperti saya, harus menahan sedikit kebosanan di bagian-bagian awal. Kalian pasti bakal terperangah dan melek di pertengahan 🙂

Empat dari lima bintang untuk “All Our Yesterdays”. Pengemasan yang amat baik untuk sebuah cerita roman.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s