Divortiare – Ika Natassa

3573143

 
 
Judul                     : Divortiare
Penulis                 : Ika Natassa
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan kelima, April 2012
Tebal                     : 328 halaman
Rate                       : 3.5 / 5
 
 

“But I guess you need more than love to survive a marriage, right?” Divortiare, hlm. 98

 

Alexandra, 27 tahun, seorang wanita karier yang bekerja sebagai bankir di salah satu bank terkenal. Seharusnya punya suami menawan, mapan, dan berprofesi sebagai dokter bedah jantung. Sampai ia memutuskan untuk bercerai dua tahun lalu. Dan kini, ia kembali diperhadapkan ke pertanyaan yang sama: apakah pilihan itu tepat untuk dirinya?

Wina, sahabatnya, pun sampai gemas. Menjodoh-jodohkan atau sekadar memperkenalkan Alex yang sempurna kepada semua orang. Lantas, ketika bertemu dengan Denny, teman sekolahnya dulu, Alex kembali mundur. Mempertanyakan segala hal ketika ia membuat keputusan dengan seorang bernama Beno.

Beno bisa dibilang cowok paling arogan dan cuek yang ia kenal. Bukan tipe cowok yang mudah merayu dengan kalimat cinta. Tapi, lagi-lagi, untuk membangun sebuah rumah tangga, bukan sekadar cinta yang ia perlukan. Ia perlu komitmen dan perhatian Beno, ketika setiap malam mantan suaminya itu lebih memperhatikan pasien di rumah sakit ketimbang dirinya.

Dan sekarang, ketika semua orang berharap Alexandra Rhea Wicaksono dapat menjalani kehidupan barunya. Hati kecilnya kembali bertanya, apakah ia masih mencintai Beno yang selama ini paling ia benci?


 
 

Jika kebanyakan Metropop mengambil tema seorang wanita karier yang bingung menemukan jodoh dalam hidupnya, “Divortiare” malah berkata yang sebaliknya. Alexandra Rhea Wicaksono serta-merta mengutuk pria yang pernah ia cintai. Cowok paling arogan bernama Beno. Yang selalu saja menomorduakan dirinya dan menomorsatukan pekerjaannya sebagai dokter bedah jantung.

Mulai dari caci dan maki, kutuk-mengutuk, “Divortiare” memang sangat unik. Dan sebagai penulis, Ika Natassa jelas berani mengambil ide yang anti-mainstream untuk sebuah lini Metropop dalam negeri. Tapi, dari sebuah kebencian itu, justru, saya sebagai pembaca baru karya-karya Ika Natassa, dibuat penasaran dengan setiap tingkah laku dan masa lalu Alex-Beno.

Masih memiliki hawa sekelas chicklit terjemahan dengan latar dunia kantor yang dibahas sangat kental. Tetapi, inti dari pembangunan konfliknya sendiri tidak seringan novel chicklit terjemahan, yang pada umumnya hanya bercerita tentang relasi percintaan laki-laki dan perempuan yang tidak disengaja. “Divortiare” secara tidak langsung mengedukasi para pembacanya tentang pertimbangan di masa-masa pra-nikah. Bahwa pernikahan tidaklah semudah yang orang bayangkan—layaknya cerita fairy tale Disney yang ujung-ujungnya akan diemblem dengan label happily ever after—“Divortiare” lebih membahas tentang pernikahan yang memerlukan komitmen, tanggung jawab, dan toleransi.

Setelah buku kedua karya Ika Natassa yang berhasil saya tamatkan, jika dibandingkan dengan karya terlarisnya, “Critical Eleven”, “Divortiare” punya pokok permasalahan yang nyaris sama, yaitu tentang konflik  rumah tangga. Hanya bedanya, alur yang dirangkai Ika Natassa masih terasa terfokus pada satu konflik dengan alur yang bersifat tunggal. Tidak seperti, “Critical Eleven” yang punya alur seperti puzzle dan bercabang, sehingga menyuguhkan banyak kejadian di masa lalu dan masa sekarang yang dilakukan di lini yang bersamaan.

“Divortiare” dengan alur maju-mundurnya, hanya bercerita tentang Alexandra, tanpa melibatkan sudut pandang Beno, dan melulu membicarakan keraguan hatinya mengenai pilihan hidup. Dengan begitu, alur yang digunakan dalam “Divortiare” terasa sedikit mengulur dan repetitif di awal. Seolah keseharian Alexandra dibahas dengan banyak penyangkalan, kedongkolan, dan penyesalan yang berulang.

Menyangkut gaya bercerita yang digunakan Ika Natassa dalam “Divortiare”, sama seperti yang saya rasakan pada “Critical Eleven”. Mungkin bagi pembaca baru yang tidak terbiasa dengan latar ibukota yang sok Inggris itu, pasti akan merasa risih membaca karya-karyanya yang beralih penggunaan bahasa dari Indonesia-Inggris-Indonesia. Namun, jika sudah terbiasa, saya pun bisa merasakan kalau gaya menulis Ika Natassa sangat mengalir. Seperti halnya seorang perempuan yang sedang curhat dengan teman baiknya selama berjam-jam. Dituturkan dengan kosa-kata yang apa adanya, yang mana beberapa kata pun disajikan tidak baku dan banyak singkatan populer. Hanya saja jika dibandingkan dengan karakter Anya (dalam “Critical Eleven”) yang dibangun Ika Natassa, Alexandra dalam “Divortiare” punya gaya yang lebih meledak-ledak, penuh emosi, dan sikap independen yang berlebih.

Tapi, dengan gaya penuh amarah itulah, Ika Natassa berhasil mengundang rasa penasaran saya. Disandingkan dengan tokoh cuek semacam Beno. Walau kehadirannya banyak disalib oleh keberadaan Denny, malah Beno yang membuat saya betah membaca dan terus mencari kehadirannya dalam kisah Alexandra.

Dalam membuat penokohan sebuah karakter, Ika Natassa bisa dibilang jagonya. Bukan ide yang menjadi modal utama, tapi bagaimana penulis sanggup membuat karakter dengan latar belakang amat detail. Mulai dari pekerjaan mereka yang dijelaskan melalui istilah-istilah informatif. Berbeda dengan “Critical Eleven” yang lebih berfokus pada plot cerita, dalam “Divortiare”, pembaca bisa sekalian sedikit menambah ilmu mengenai dunia seorang bankir. Yang mana wawasan mereka harus luas untuk mendeteksi perkembangan sebuah perusahaan.

Dan untuk Beno, lagi-lagi saya menyukai nama yang Ika Natassa pilihkan sebagai nama cowok yang kelewat cuek. Kendati sedikit tidak pas untuk nama seorang dokter bedah jantung. Tapi, karakter Beno memang kelewat pas dengan namanya. Yang mana ia selalu saja bersikap tidak peduli, selalu membela diri, tapi hal itulah yang membuat Alexandra susah lupa tentang dirinya.

Terakhir, mengenai setting yang digunakan dalam “Divortiare”, bukan Ika Natassa namanya jika tidak bisa menyebutkan jajanan pinggir jalan yang terselubung di Kota Jakarta. Kalau jajanan favorit Ale dan Anya adalah ketoprak Ciragil; Alex punya nasi goreng favoritnya di Jalan Sabang. Memang tidak sering disebut. Tapi, pada “Divortiare”, Ika Natassa terlihat amat mengeksplor setting tempatnya dengan banyak kota, seperti: Medan, Bandung, dan Bali ketimbang sebuah setting monoton di ibukota.

Secara keseluruhan, terlihat kontras peningkatan gaya menulis Ika Natassa antara “Divoritare” dan “Critical Eleven”. Jika di “Critical Eleven” gaya menulisnya lebih terkesan rapi, dalam “Divortiare”, Alexandra seperti tampil apa adanya, jauh dari tampilan fisiknya yang cantik, independen, dan selalu bisa meng-handle semua masalah.

Melalui konflik yang lebih sederhana, bukan berarti “Divortiare” membosankan dan kurang menantang. Justru dengan konflik yang orang pikir sempit tersebut, Ika Natassa berhasil mengeksekusi cerita Alexandra dan Beno menjadi menarik dan penuh pembelajaran bagi para pembaca.

12 thoughts on “Divortiare – Ika Natassa

    • Iya nih, saya baca Divortiare, lalu penasaran dengan sosok Beno yang selalu dibenci oleh Alex itu. Mungkin saya perlu pinjam Twivortiare 1 & 2 kepada teman 🙂

  1. Aku punya Antologi Rasa dan Twivortiare 2, tapi belum selesai kubaca. Penasaran karena banyak review bagus dari teman-teman.

  2. Awalnya saya mengenal karya mba Ika, baca critical eleven, terus jatuh cinta deh, terus beli AVYW, Divortiare, sama Twivortiare. Eh baru sadar Twivortiare ada jilid 2 nya. Eh alam semesta mempertemukan saya sama teman sekantor yang punya buku itu (copas dari antologi rasa). Padahal udah mau lari ke Gramed Ambassador buat beli bukunya. Hehehehehe.. akhirnya pinjam Antologi Rasa yang habis dalam waktu dari Pagi sampe malem (disambi2 yah) terus sekarang lagi baca Twivortiare 2. Ngetik ini pun sambil dengerin the best-nya John Mayer dari Youtube hahahhahaha… virus nih Mba Ika.
    Tulisannya bagus mbak Jane. Suka cara pandangnya. :))

    • Mirip nih dengan saya. Saya juga kemarin tertarik membacanya karena Critical Eleven itu, karena bagus, jadi mencoba membaca Divortiare nih, dan endingnya, sekarang saya juga penasaran dengan kelanjutan cerita Alex-Beno ini 🙂
      Terima kasih ya sudah mampir ke sini.

  3. […] berilustrasikan jantung itu. Sekalipun lebih pas dipadankan dengan profesi dr. Beno dalam novel “Divortiare” (sebagai ahli bedah jantung), tapi membaca “Antologi Rasa” memang mampu mengaduk-aduk […]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s