[Blogtour & Review] Mission D’Amour – Francisca Todi

metropop-mission-d_amour
 
 
Judul                     : Mission D’Amour
Penulis                 : Francisca Todi
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Januari 2016
Tebal                     : 368 halaman
Rate                       : 4 / 5
 
 

“Kalau ada manual untuk menjadi agen rahasia, di dalamnya pasti tercantum larangan keras menyinggung hal pribadi secara spesifik. Larangan kedua yang pasti tercantum dalam buku manual agen rahasia adalah jangan jatuh cinta. Terutama kalau wanita itu tersangka nomor satu dalam misimu.” Mission D’Amour, hlm. 236-237

 

Sudah setahun lamanya Tara Asten bekerja sebagai asisten pribadi Putri Mahkota Kerajaan Alerva. Kinerjanya luar biasa, sekalipun Putri Viola, sang Putri Mahkota, memperkerjakannya untuk segala hal: mulai dari mengatur jadwal hingga mencarikan gaun. Namun Jumat, Tara tak pernah menyangka kalau kunjungan Danni, sahabatnya, tak ayal menjadikannya tersangka utama dalam aksi peledakan di Istana Alerva. 

BIA (Badan Intelijen Alerva) tak ingin ambil risiko, serta-merta masuk dalam kode merah. Mereka mengutus Bastian von Staudt, sebagai salah satu agen rahasia, untuk menyamar sebagai Sebastian Marschall—calon pengganti Tara—dengan latar belakang ingn menyelidiki perempuan itu.

Sebastian Marschall selalu dikenal kikuk dan manis mulut di kantor. Tara pun tak sempat curiga pada identitas rekan kerjanya. Tapi, satu hal yang tak mungkin ia lupa, Sebastian Marschall akan segera mencari kesalahan terkecilnya dan mengeliminasi dirinya dari pekerjaan berharga itu.

Namun, lantaran kedekatan mereka berdua, siapa sangka jika Bastian malah menaruh hati pada keluguan Tara. Membelanya atas sikap-sikap pesimis perempuan itu dan selalu mendukungnya untuk menggapai pekerjaan yang selalu disepelekan orangtuanya.

Bastian tahu benar peraturan-peraturan ketat yang ditetapkan BIA tentang soal agen rahasia. Hatinya semakin dilema. Terlebih kala mendengarkan percakapan Danni soal detergen, cuka, dan soda kue—bahan sederhana untuk merakit peledak, serta keterlibatannya dengan Partai Rakyat Jelata.

 
 

Melirik kalimat pertama yang dituturkan Francisca Todi pada “Mission D’Amour”, seseorang pasti sudah dapat membayangkan latar seperti apa yang ia maksud. Saya pertama kali membayangkannya sebagai Genovia. Negeri imajinasi yang dikarang Meg Cabot dalam seri “Princess Diaries”. Sebuah tempat bergaya Eropa, dan merupakan persimpangan dari berbagai kutlur dari negara-negara yang mengelilinginya.

Tempat semacam itu pastinya akan terasa asing bagi pembaca Metropop, yang seringnya berlatar kehidupan hiruk-pikuk ala kosmopolit dan dikelilingi kubikel kantor. Sebagai lini novel yang mengedepankan dunia pekerjaan dan sisi keprofesionalannya, saya rasa, “Mission D’Amour” tidak salah jika dikategorikan ke dalam novel Metropop. Alih-alih, saya ingin memuji Francisca Todi dalam memilih celah dari sedemikian banyak pekerjaan yang ada di bumi ini.

Lantas, apa jadinya jika pekerjaan supersibuk sebagai asisten seorang putri diintervensi oleh kehadiran seorang agen rahasia? Pada mulanya, dengan setting yang imajinatif ala monarki, saya sempat menyepelekan cerita ini. Paling-paling hanya sebatas cerita komedi romantis, mirip di DVD, ujar saya dalam hati. Tapi, tunggu dulu, rupanya Fracisca Todi berhasil menipu saya mentah-mentah. Pembangunan setiap konfliknya tidak hanya didasari dengan alasan cinta, seperti yang dibocorkan lewat blurb-nya. Ada keterlibatan politik negara, aksi kriminal, pun aksi laga. Sehingga dapat dibayangkan, bagaimana jika semua itu silih berkait dengan porsi yang ringan dan akhirnya dapat menyajikan sebuah roman yang romantis dan menegangkan di saat yang bersamaan? Pastinya, “Mission D’Amour” mampu membuat saya duduk berjam-jam dan penasaran ingin mengikuti kisah Bastian dan Tara.

Selain memberi hiburan, “Mission D’Amour” pun menyelipkan sedikit filosofi hidup tentang berani bermimpi.

 

“Hal yang sering disesali pasien-pasien yang sudah sekarat bukan apa yang telah mereka lakukan di dalam hidup ini, tapi apa yang tidak pernah mereka lakukan.” Mission D’Amour, hlm. 295

 

Kalimat singkat tersebut, menurut saya, cukup menyentuh, terlebh jika dikaitkan oleh tema utamanya yang memiliki elemen dunia pekerjaan. Kadang kali seseorang melakoni pekerjaan demi dipandang hebat dan kehidupan yang mapan, tapi tidak menikmati apa yang sesungguhnya ia inginkan dalam hidup.

Dan beranjak ke gaya menulisnya, saya memiliki impresi yang superbaik untuk buku pertama dari Francisca Todi yang pernah saya baca. “Mission D’Amour” dipengaruhi oleh nuansa komedi romantis yang kental. Kentara dari pemilihan adegan pembukanya yang luar biasa dramatis, mempertontonkan keteledoran dari sang tokoh utama, yang mana di sini Tara dideskripsikan tengah kewalahan menangani keluhan dari Putri Viola. Lantas, secara keseluruhan dengan deskripsi latar yang baik, “Mission D’Amour” punya gaya menulis yang mendekati chicklit terjemahan—mirip novel-novel Meg Cabot—yang dijelaskan dari dua sudut pandang: Tara dan Bastian.

Terlepas dari itu, diksi yang dipilih Francisca Todi amatlah ringan. Sehingga dalam menjelaskan keruwetan adegan yang dilakoni Bastian, semuanya dijelaskan dengan sederhana tapi tetap terperinci. Francisca Todi juga mengusung sebuah gaya bahasa yang runut. Dijelaskan satu per satu, tidak panjang lebar, tapi pola susunan kalimatnya tetap rapi. Dan apabila saya sejajarkan dengan novel Metropop yang pernah dibaca sebelumnya, “Falling” karya Rina Suryakusuma, “Mission D’Amour” memiliki gaya bahasa yang lebih kasual, terutama pada bagian dialog, yang banyak berimbuh: “kok”, “deh”, dan sebagainya.

Dan satu lagi yang menurut saya menarik untuk diulas, yaitu penggunaan Bahasa Perancis dan istilah kuliner yang kerap dituturkan penulisnya. Kultur negara Alerva yang unik serta letaknya yang di persimpangan, menengahi negara tetangga-tetangganya tak ayal membuat Alerva—khususnya Trioli, ibukota Alerva—memiliki empat bahasa yang dianggap formal: Perancis, Jerman, dan Italia. Hanya saja, jika ingin menuturkan sedikit kekurangan, yaitu: catatan kaki yang agaknya kurang menjelaskan istilah-istilah kuliner di dalamnya, seperti: canape, contohnya. Sepertinya bakal lebih baik jika satu per satu istilah kuliner tersebut dideskripsikan lewat catatan kaki, sehingga pembaca bisa ikut membayangkan penganan yang sering disajikan dalam kultur Eropa.

Membaca “Mission D’Amour” yang gaya bahasanya sungguh asyik, tentu harus ditunjang dengan teknis pengeditan yang baik. Sayangnya, pada bagian teknis, ada sedikit yang terlupakan, terutama dari pergantian sudut pandang yang berbeda-beda dan punya ritme tak menentu, membuat satu bagian pada novel “Mission D’Amour” tertukar nama. Sebut saja pada halaman 130. Sudut pandang yang seharusnya ditulis atas nama Tara, malah tertukar menjadi Bastian. Akan tetapi, sebagai pembaca, yang terlanjur terjerumus dengan permainan tokoh, yang hebat dari seorang Francisca Todi, akan dengan mudah dapat menebaknya.

Dan membahas sedikit tentang penokohan, Francisca Todi punya siasat yang kuat untuk membuat tokoh-tokoh pada “Mission D’Amour” hidup. Teknik penuturannya lebih pada hal-hal yang didramatisir, seperti halnya Tara yang lugu, teledor, dan tak percaya diri digambarkan selalu percaya kepada Danni, sekalipun sahabatnya itu punya catatan kriminal yang cukup membahayakan. Tara pun selalu bergumam sendiri dan meragukan kemampuannya dalam bidang kuliner. Begitu juga dengan tokoh Louisa yang selalu melimpahkan pekerjaannya kepada Tara, tapi Tara malah selalu bersimpati dan menolongnya.

Sebaliknya, Bastian, sebagain lawan main Tara, digambarkan punya sikap yang selalu percaya diri, cermat, dan berterus-terang. Hal-hal semacam itu tak ayal terselip juga dalam pembawan dialognya. Bastian selalu tegas dalam berkata-kata. Dan juga di saat pertama kali ia menapaki kantor Istana, ia selalu memperhatikan dan menjelaskan semuanya secara detail kepada pembaca.

Selain Bastian dan Tara, yang saya sukai adalah, bagaimana karakter-karakter figuran semacam Danni dan Louisa punya andil yang cukup mengejutkan. Seolah antara karakter satu dan lainnya saling berkaitan dan punya maksud tujuan tertentu untuk membentuk sebuah konflik yang jelas di bagian akhir. Jadi, bagi yang baru membaca di halaman pertama, bersiaplah dan selalu berantisipasi dengan setiap orang yang berada di sekeliling Tara.

Selanjutnya, berkaitan dengan teknik dramatisir yang baik, alur dari “Mission D’Amour” pun terasa tidak bertele-tele. Sekalipun Alerva adalah negeri imajinasi sang penulis. Tapi, deskripsinya tidak serta-merta merembet di bagian awal cerita dan meredam animo pembaca. Pendeskripsian Alerva secara tidak detail tidak pernah diceritakan secara konrket dengan bentuk-bentuk bangunan dan sebagainya, melainkan lewat gestur dan deskripsi kegiatan yang dilakukan para tokohnya. Seolah-olah tanpa perlu dijelaskan secara detail, pembaca sudah dapat berangan, kira-kira latar apa yang menunjang sebuah iklim yang ekstrem, dan seperti apakah latar yang pas untuk mendukung kegiatan seorang Putri Mahkota.

Sebagai karya pertama yang saya baca dari Francisca Todi, “Mission D’Amour” jelas dapat dianggap sukses. Melalui ceritanya yang ringan, penulis serta-merta tidak menganggap sepele apa yang ditulisnya. Teknik penulisannya amat sangat menarik. Serta kejutan yang ditawarkan pada konfliknya amat sangat tidak diantisipasi pembaca. Jika ada yang menyukai roman komedi berbau gaya aksi, saya rekomendasikan buku ini untuk masuk ke dalam daftar bacaan selanjutnya.

 
image1

6 thoughts on “[Blogtour & Review] Mission D’Amour – Francisca Todi

  1. Sejak pertama kali baca review novel ini blog host sebelumnya, tetiba film Mission Impissible III terbayang gitu. XD Waktu Ethan nyamar pake seragam dan dandan ala lelaki tua. Masuk ke gedung apa ya tu namanya, bangunannya kayak kerajaan. Mungkin Kerajaan Alerva begitu juga bentuknya. 😛

  2. Sejak kemunculan blogtournya saya sudah mengincar novel satu ini . Rasanya sayang banget kalau tidak bisa memilikinya .apalagi genrenya aku banget.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s