Di Tanah Lada – Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

8b2677838e02c32c8e385056179a99df
 
 
Judul                     : Di Tanah Lada
Penulis                 : Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Agustus 2015
Tebal                     : 244 halaman
Rate                       : 4 / 5
 
 

“Jadi, semua orang adalah satu orang. Kata Mas Alri, makanya setiap kamu melukai orang, kamu melukai diri sendiri juga. Dan, setiap kamu membuat orang senang, kamu membuat kamu sendiri senang.”Di Tanah Lada, hlm. 141

 

Hari Rabu tanggal 26 Juni 2013 kakek Kia meninggal. Salva—yang lebih sering dipanggil Ava—sekeluarga pindah ke Rusun Reno. Mama menangis, tapi tidak dengan Papa. Entah gerangan apa yang membuat Papa bahagia. Katanya ia kaya.

Rusun Reno bukan tempat yang elok seperti rumahnya dulu. Anak-anak tangganya berjamur, pintu-pintunya pun nyaris bobrok, tapi bukan itu yang terpenting bagi Papa. Kendati lokasinya di pelosok gang, namun Rusun Reno dekat sana ada kasino terkenal. Tempat Papa akan berjudi sepuasnya.

Kakek Kia, papanya Papa, pernah memberi Ava kamus Bahasa Indonesia, sejak itu, Ava yang berumur enam tahun selalu saja mencari kata-kata sukar yang ia temukan di antara pembicaraan Papa dan Mama. Namun, kendati pintar berbahasa Indonesia, Papa selalu saja menganggap Ava seperti ludah—tidak berguna.

Sedari pindah ke Rusun Reno, Ava bertemu dengan P. Namanya tidak banyak memuat huruf, melainkan hanya P. Ava pernah bertanya, apakah P benar-benar tak punya nama lain? Namun, P bilang, Papa P memang tidak ingin memberikan nama untuk anaknya.

Jika Ava tidur di dalam koper; P tidur di permukaan kardus di bawah wastafel. Ava sering menerka, kalau Papa P dan Papa selalu memperlakukan mereka dengan semena-mena, lantas apakah semua Papa di seluruh dunia memang seperti monster?

 
 
Read More »

To Kill a Mockingbird – Harper Lee

25124132
 
 
Judul                     : To Kill a Mockingbird
Penulis                  : Harper Lee
Penerjemah         : Femmy Syahrani
Penerbit               : Penerbit Qanita
Terbit                    : Cetakan pertama, September 2015
Tebal                     : 396halaman
Rate                       : 4/5
 
 

“Kau boleh menembak burung bluejay sebanyak yang kau mau, kalau bisa kena, tetapi ingat, membunuh mockingbird—sejenis murai bersuara merdu—itu dosa.”To Kill a Mockingbird, hlm. 135

 
 

Bagi Scout, keseruan hidupnya baru dimulai ketika ia hendak beranjak enam tahun—tatkala Scout dan Jem, kakak laki-lakinya, merekrut Dill sebagai anggota baru mereka. Dill adalah keponakan Bibi Rachel yang hanya tinggal di Maycomb sepanjang musim panas. Namun, di musim panas itu, Jem begitu bangga ketika menemukan anak laki-laki yang pantas untuk mengungkap rumah horor milik keluarga Radley.

Jem menantang Dill untuk memancing Boo Radley keluar dari rumah singgahnya. Boo Radley bukanlah sosok yang ramah. Dan anak-anak di Maycomb sudah tahu, kalau Boo baru akan keluar kala malam turun.

Usia enam tahun bagi Scout adalah masa ketika ia bisa bermain dengan kakak laki-lakinya dan laki-laki yang baru saja ‘melamar’-nya. Tapi, keadaan serta-merta berubah ketika Atticus Finch, sang ayah, ditunjuk oleh Hakim Taylor untuk membela seorang berkulit hitam bernama Tom Robinson, yang mana pada zamannya kaum berkulit warna selalu dianggap sebagai sampah masyarakat.

Scout tak pernah mengerti mengapa para teman dan kerabat memanggilnya dengan sebutan “pencinta nigger”. Hingga kala dirinya, Scout dan Dill menyelinap ke ruang pengadilan dan menyaksikan hal yang sesungguhnya terjadi.

 
 
Read More »

Magnus Chase and the Gods of Asgard #1: The Sword of Summer – Rick Riordan


 
Judul                     : Magnus Chase and the Gods of Asgard #1: The Sword of Summer
Penulis                  : Rick Riordan
Penerjemah         : Reni Indardini
Penerbit               : Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, Oktober 2015
Tebal                     : 623
Rate                       : 4/5
 
 

“Aku tahu rasanya menjadi cangkir kosong, merasakan semua yang kita miliki dirampas. Tapi, kau tidak sendirian. Sebanyak apa pun sihir yang pelu kaugunakan, tidak apa-apa. Akan kami lindungi kau. Kamu keluargamu.”Magnus Chase and the Gods of Asgard #1: Sword of Summer, hlm. 532

 

Sudah dua tahun Magnus Chase menggelandang di jalanan Kota Boston. Tidur dengan beralasan kantong tidur di tengah suhu ekstrem. Berkawan dengan dua tunawisma lainnya, Blitz dan Hearth. Ia berusaha melarikan diri dari kejaran polisi, kalau-kalau mereka mengenali wajahnya yang nampak familier.Kematian ibunya tak ayal membuat Magnus melarikan diri. Ia masih mengingat serigala bermata itu merangsek lewat jendela. Sementara ibunya menjadi sasaran,  ia menyuruh Magnus meloloskan diri melalui pintu.

Hingga hari perlik itu tiba, Paman Randolph—saudara laki-laki ibunya yang menjengkelkan—menemukan Magnus dan memberitahunya tentang sebuah rahasia; membawa Magnus ke dalam griya tawang warisan keluarga—tempatnya menyimpan relik-relik para Dewa Nordik.

Paman Randolph berkata kalau Magnus adalah putra dewa. Dari mulanya tak percaya, lantas keduanya diperhadapkan pada serangan seekor makhluk raksasa bernama Surt. Surt menginginkan Pedang Musim Panas milik Magnus yang merupakan warisan ayahnya, Dewa Frey.  Magnus bertarung hingga titik darah penghabisan. Surt mengempaskan dirinya, menghantam permukaan Sungai Charles.

Paman Randolph dan para kerabat mengira Magnus telah tewas. Namun, semuanya baru saja dimulai ketika ia terbangun di Valhalla.

 
 
Read More »

Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa – Maggie Tiojakin

 
 

Judul                     : Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa
Penulis                  : Maggie Tiojakin
Penerbit                 : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                     : Cetakan pertama, Juli 2013
Tebal                      : 241 halaman
Rate                       : 4 / 5

  

“Katanya di tempat itu hujan tak pernah sedetik pun berhenti mengguyur. Pagi, siang, sore, malam. Hujan lebat tak ada akhir. Mereka bahkan tiak bisa tidur. Air di mana-mana.” Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa, hlm. 195

 
 
Lantaran salah mengambil kordinat, seorang kapten dan tiga awak kapalnya terdampar di tengah lautan abu monokromatik. Roket mereka rusak total. Tak ada jalan kembali selain berjalan ke depan. Pagi, siang, sore, malam, planet asing tempat mereka berbaring kian mengalami penyusutan.

Koveer, sang prajurit kepercayaan, mencoba mengeluarkan kompas andalan. Namun, hasilnya sama saja, kompas tak lagi berfungsi. Sementara Yureko dan Abatul, kedua awak kapal yang lain, tak berhenti adu mulut. Kapten berusaha mencari jalan pulang ke Stasiun Luar Angkasa Internasional. Menelusuri planet asing yang mereka pijak, menemukan lebih banyak kawah di bawah tumpukan abu.

Berhari-hari mereka berjalan kaki. Matahari tak pernah pergi. Sembari mengisi waktu berjaga, Kapten bercerita tentang prajurit dari kapal lain yang baru saja kembali dari Venus—planet yang tak pernah tak hujan. Tempat yang mana dinaungi  Air di mana-mana.

Hujan yang terus mengguyur. Hujan deras yang mengantarkan kabut dan embun.

 

  1. Tak Ada Badai di Taman Eden
  2. Kristallnacht
  3. Lompat Indah
  4. Fatima
  5. Panduan Umum Bagi Pendaki Hutan Liar
  6. Kota Abu-Abu
  7. dies iae, dies illa
  8. Saksi Mata
  9. Ro-Kok
  10. Dia, Pemberani
  11. Suatu Saat Kita Ingat Hari Ini
  12. Jam Kerja
  13. Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa
  14. An Evolutionary History
  15. Violet
  16. A Business Trip
  17. The Long March
  18. Sunday Mass

Read More »

Weedflower ‘Bunga Liar’ – Cynthia Kadohata

 

Judul                     : Weedflower ‘Bunga Liar”
Penulis                 : Cynthia Kadohata
Penerjemah       : Lanny Murtihardjana
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Oktober 2008
Tebal                     : 272 halaman
Rate                       : 3 / 5

 

 

“Dia adalah Sumiko Terhina.

 Seperti inilah rasanya kesepian:

  1. Seakan-akan semua oang menatapmu.
  2. Seakan-akan tak seorang pun melihat kepadamu.
  3. Seakan-akan kau nyaris hendak menangis.”

Weedflower ‘Bunga Liar’, hlm. 48

 

Sumiko sudah terbiasa merasa kesepian. Menjadi satu-satunya gadis Jepang di kelas bahkan tidak membuat mata-mata itu diam untuk tidak menyalang.  Ia dibesarkan di perkebunan bunga di California. Hidup menjadi yatim piatu; tanpa ayah dan ibu; tapi dengan seorang adik, Takao ‘Tak-Tak’, Jichan (kakeknya yang renta), paman, bibi, serta kedua sepupu laki-lakinya. Ichiro dan Bull. Sebagai keluarga imigran, keluarga sang paman hidup dengan damai, sangat bersahaja, dan selalu berusaha untuk membaur dengan warga setempat.

Sumiko begitu senang ketika suatu siang sepucuk surat undangan melipir di meja kelasnya. Pesta ulang tahun Marsha Melrose diadakan di Hari Sabtu. Jichan boleh saja menyepelekan, tapi tidak dengan Paman. Kendati pendapatannya pas-pasan, ia membelikan hadiah terbaik agar diberikan kepada Marsha. Namun, senja itu acara yang sangat ditunggu-tunggu Sumiko, seketika menjadi bencana.

Ia tahu, keberadaannya tidak dianggap. Dengan langkah gontai menyusuri aspal rumah, ia berusaha untuk tidak menangis; menutupi kenyataan; berkata bohong tentang pesta fantastis yang baru dialaminya. Tapi, tangis Sumiko pun tumpah di malam kala Bull menemaninya sebelum tidur.

Jepang dan Amerika begitu berjarak. Pearl Harbour kepalang menjadi peristiwa yang membekas. Setiap Nikkei ‘orang Jepang’ di dataran California mulai dicurigai sebagai mata-mata Kaisar. Para warga imigran lekas-lekas melenyapkan benda-benda pribadi yang memiliki unsur Jepang. Mereka ingin selamat. Namun, Sumiko tak dapat mencegah menyergapan siang itu. Jichan dan Paman ditahan. Ichiro, Bull, Bibi, Sumiko, dan Tak-Tak terpaksa harus pindah menuju kamp konsetrasi di padang yang begitu panas.

Kusebana ‘bunga liar’ tidak lagi menjadi pemandangan pekarangan depan rumah. Sumiko berusaha untuk menikmati kehidupan barunya. Mencari teman baru. Dan ia pun bertemu dengan seorang pemuda Indian bernama Frank. Sumiko ingin Frank menjadi sahabat barunya, tapi pemuda Mohave itu malah terlanjur marah lantaran menganggap orang Jepang yang merebut tanah milik Indian. 

Read More »

Kira-Kira – Cynthia Kadohata

Judul                     : Kira-Kira
Penulis                 : Cynthia Kadohata
Penerjemah       : Poppy Damayanti Chusfani
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Februari 2009
Tebal                     : 200 halaman
Rate                       : 3.5 / 5

  

“Meski aku anak nakal, tapi aku berusaha keras jadi anak baik.”Kira-Kira, hlm. 28

 
 
Katie Takeshima lahir pada tahun 1951 di Iowa. Tumbuh di tengah keluarga yang sangat sederhana. Hari-harinya ia habiskan bersama sang kakak, Lynn. Katie selalu beranggapan, Lynn tahu tentang segalanya. Tentang hal-hal yang hebat. Termasuk “kira-kira”, kata pertama yang selalu menjadi kesukaan Katie. “Kira-kira” dalam Bahasa Jepang berarti gemerlapan.

Katie kerap menghabiskan waktu dengan Lynn, membelah ladang jagung di dekat rumah. Dikejar anjing bersama. Hingga suatu kala, Lynn memberitahu simpanan rahasia milik orangtuanya di bawah lemari pendingin. Mom dan Dad rupanya sedang menabung untuk rumah impian mereka. Kendati Katie suka dengan rumah kontrakan mereka yang sederhana, tapi Lynn menjelaskan betapa menyenangkannya memiliki rumah sendiri.

Pagi dan malam, Mom dan Dad membanting tulang untuk rumah baru mereka. Sudah ada beberapa lembar seratus dollar yang Katie hitung. Namun, toko bahan pangan Oriental yang dimiliki orangtuanya kepalang tutup lantaran tidak ada orang Oriental lain di Iowa.

Paman Katsuhisa datang, ia bekerja di tempat penetasan telur ayam di Georgia, dan berjanji akan mencarikan pekerjaan layak untuk Dad. Katie, Lynn, dan seluruh perabot rumah mereka dikirim beriringan dengan truk Paman Katsuhisa menuju Georgia.

Di Georgia, mereka tinggal di sebuah flat mungil. Berisikan segala perabot. Dan kesibukan kedua orangtuanya pun meningkat. Katie dan Lynn harus selalu bahu-membahu, terlebih dengan kehadiran si kecil Sam, adik laki-laki mereka. Katie selalu mempercayai Lynn, Lynn memang perempuan yang jenius. Bahkan ketika mereka masuk sekolah, banyak laki-laki yang mengagumi dirinya.

Tapi, sayang, di balik semua keberuntungan Lynn, perempuan itu malah jatuh sakit. Sakit anemia ringan yang lama-lama dideteksi sebagai salah satu penyakit berbahaya. Seluruh anggota pun keluarga turut sedih. Kedua orangtuanya selalu ingin melakukan terbaik untuk Lynn; Katie kerap harus mengalah, tapi ia tahu, ada sesuatu yang gemerlap di balik semua yang terjadi di tengah keluarganya.

Read More »

Wonder – R. J. Palacio

 

Judul                     : Wonder
Penulis                  : R. J. Palacio
Penerjemah         : Harisa Permatasari
Penerbit               : Atria
Terbit                    : Cetakan pertama, September 2012
Tebal                     : 430 halaman
Rate                       : 4.5 /5

 

 

Dan aku merasa biasa-biasa saja. Di dalam hatiku. Tapi aku tahu anak-anak biasa tidak menyebabkan anak-anak biasa lainnya berlari meninggalkan taman bermain sambil menjerit-jerit.” —Wonder, hlm. 2

 

August “Auggie” Pullman adalah seorang bocah berumur sepuluh tahun yang membuka cerita “Wonder” dengan sebuah tajuk “Biasa”. Ia hidup dalam sebuah kehidupan yang bersahaja. Kedua orangtua yang mencintainya, seorang kakak perempuan—Via Pullman—yang juga selalu menyayanginya. Hanya saja saat orang-orang di sekeliling Auggie bersikap normal, keadaan keluarga mereka sesungguhnya tidak senormal itu.

Auggie lahir dengan kelainan yang disebut mandibulofacial dysostosis, yang menyebabkan kondisi parasnya aneh dan nampak meleleh. Mata Auggie nampak biru, besar, lebih mencuat ketimbang indra lain di wajahnya. Dan bahkan ia tak memiliki sepasang daun telinga.

Tidak ada seorang yang memaksa Auggie untuk melakukan apa yang tidak ia sukai, tapi hari itu, Mom dan Dad sekonyong-konyong punya ide cemerlang untuk memasukkan anak mereka ke sekolah swasta yang terletak beberapa blok dari rumah. Auggie tidak berusaha ramah, sesungguhnya ia tak suka ide itu, tidak ada salah dengan bersekolah di rumah, dengan Mom sebagai satu-satunya berperan sebagai tenaga pengajar, tapi Mom tidak setangkas para guru di sekolah. Auggie harus mengerti.

 

“Semua orang yang terlahir dari Tuhan bisa menghadapi dunia.”Wonder, hlm. 9

 

Sama seperti kebanyakan anak lainnya, Auggie merasa gugup saat mengunjungi sekolah barunya. Terlebih saat perlu menghadap Mr. Tushman, kepala sekolah Breecher Prep. Mr. Tushman seorang yang luar biasa baik hati, ia terkesan dengan cerita-cerita Mom dan Dad, tak sabar ingin bertemu Auggie. Ia memanggil ketiga murid terbaiknya untuk mengadakan tur besar.

Ada Julian, Charlotte, dan Jack Will. Ketiganya menemani Auggie berkeliling sekolah, mengintip satu per satu ruang kelas, dari lab sains hingga kelas induk. Auggie tahu, teman-teman barunya pasti risih. Kerap kali mereka menyembunyikan tatapan kala mengajaknya mengobrol. Akan tetapi, Jack Will mungkin bukan teman yang buruk. Auggie pikir, mungkin, sekolah tidak seburuk yang ia bayangkan sebelumnya.

 

Read More »

The Giver ‘Sang Pemberi’ – Lois Lowry

 

Judul                     : The Giver ‘Sang Pemberi’
Penulis                  : Lois Lowry
Penerjemah         : Ariyantri Eddy Tarman
Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Agustus 2014
Tebal                     : 232 halaman
Rate                       : 4 /5

 

 

“Bagian terburuk menyimpan ingatan bukan rasa sakitnya tapi kesepiannya. Ingatan harus dibagi.

Lois Lowry, The Giver ‘Sang Pemberi’

 

Saat itu menjelang Desember, dan Jonas mulai merasa takut. Tapi, lagi-lagi ia kembali mempertimbangkan kata yang dipakainya. Mungkin bukan takut. Ia hanya khawatir. Upacara Dua Belas hanya tinggal hitungan hari, dan masa depan setiap anak pun sudah ditentukan. Bagaimana jika ia tidak mendapatkan Penugasan yang tepat?

Sudah sekian lama Jonas hidup dalam sebuah kenyataan yang sempurna. Semuanya nampak terkendali dan teratur. Tidak ada perang, kelaparan, ketakutan, dan kesakitan. Dalam Komunitas semua orang punya kehidupan yang “sama” dan kebohongan sama sekali tidak diizinkan.

Dalam Upacara Kedua Belas-nya, Jonas berharap, ia akan mendapatkan peran penting dalam Komunitas dan dipanggil dengan urutan yang seharusnya. Tapi kala itu, sesuatu tengah berlangsung ganjil, tidak ada nomor sembilan belas, ketika Fiona—sahabat baiknya—kembali melangkah ke tempat duduk. Jonas, si Nomor Sembilan Belas, baru saja terlupakan.

 

“Jonas tidak ditugaskan,” dia memberitahu hadirin, dan jantung Jonas mencelus..

Kemudian Tetua Kepala melanjutkan. “Jonas sudah terpilih.”

The Giver ‘Sang Pemberi’, hlm. 77

 

Awalnya hanya sebuah bisikan, hingga seluruh penghuni Komunitas mengelukan nama Jonas keras-keras. Semua orang telah menanti kehadiran seorang Penerima baru. Seorang yang terpilih untuk mengemban rasa sakit, dan menerima memori-memori lampau dari seorang Pemberi. Sejurus Jonas mungkin dirundung perasaan syukur dan bangga, tapi ia terus bertanya tentang hal yang akan ia lakukan selanjutnya?

 

Read More »