The Revenant – Michael Punke

cdesjt8uiaekndv
 
 
Judul                     : The Revenant
Penulis                  : Michael Punke
Penerjemah         : Reni Indardini & Putro Nugroho
Penerbit               : Penerbit Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, Maret 2016
Tebal                     : 385 halaman
Rate                       : 4.5/5
 

“Aku merasakan ketertarikan pada petualangan ini, yang belum pernah aku rasakan pada apa pun sebelumnya dalam hidupku. Aku yakin, keputusanku melakukan ini adalah benar, meski aku tidak bisa memberitahumu dengan pasti alasannya.” The Revenant, hlm. 118

 

Di bawah pimpinan Andrew Henry, sejumlah pemuda dan penjelajah dikerahkan untuk terlibat dalam perdagangan bulu. Kala itu Agustus 1823, Hugh Glass—seorang penjelajah berpengalaman dan ahli mencari jejak, berhasil mengawal sepuluh orang pria untuk berjaga malam dan mengantisipasi serangan dari suku primitif. Namun, tiba-tiba saja serangan yang tidak diduga malah menerkam dirinya.

Seekor beruang grizzly menyerangnya satu lawan satu. Dengan satu ledakan senapan Anstadt dan besatan belati miliknya, beruang grizzly mati; pun dirinya yang terluka parah. Hugh Glass tercabik-cabik. Hidupnya tidak akan lama.

Setelah Kapten Henry menjahit lukanya. Satu per satu kru bergantian membawa tandu demi terus melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan mereka.  Sayangnya, medan yang perlu dilalui membuat mereka kewalahan membawa tubuh Glass yang terantuk berkali-kali. Uang $70 disayembarakan oleh Kapten Henry bagi dua orang pemuda yang rela menjaga Glass hingga ajal menjemput dan menyemayamkannya dengan adat Katolik. Fitzgerald—si Mulut Besar—rupanya tidak ingin berdusta terlalu lama. Ia ingin $70 itu. Berbeda dengan Jim Bridger yang secara sukarela ingin merawat Glass.

Itu semua akal-akalan Fitzgerald yang sudah lama mengincar Anstadt milik Glass. Ketika ia pikir Glass yang sekarat akan mati dalam hitungan detik. Pria jahat itu menakut-nakuti Bridger dan membuatnya tunggang-langgang; membawa senapan serta belati milik Glass.

Glass tidak menyerah. Dendam serta-merta menguasai dirinya. Dan di saat itulah, ia memutuskan untuk merangkak naik. Menyeret tubuhnya sejauh ratusan mil demi menutut Anstadt-nya kembali.

 Read More »

The Kite Runner – Khaled Hosseini

92438491
 
 
Judul                     : The Kite Runner
Penulis                  : Khaled Hosseini
Penerjemah         : Berliani M. Ngurahani
Penerbit               : Penerbit Qanita
Terbit                    : Cetakan pertama, Agustus 2010
Tebal                     : 496 halaman
Rate                       : 5/5
 
 

“Hanya ada satu macam dosa, hanya satu. Yaitu mencuri. Dosa-dosa yang lain adalah variasi dosa itu. Kalau kau membunuh seorang pria, kau mencuri kehidupannya. Kau mencuri seorang suami dari istrinya, merampok seorang ayah dari anak-anaknya. Kalau kau menipu, kau mencirui hak seseorang untuk mendapatkan kebenaran. Kalau kau berbuat curang, kau mencuri hak seseorang untuk mendapatkan keadilan. Mengerti?”The Kite Runner, hlm. 34-35

 

Amir mencoba mengingat musim dingin yang sama di tahun 1975. Kala ia masih berusia dua belas tahun. Menghabiskan waktu di bawah naungan rumah Baba yang luas dan berlarian di padang rumput bersama Hassan, si pengejar layangan berbibir sumbing.

Hassan yang merupakan anak Hazara, telah dianggap Amir sebagai sahabat dan saudaranya. Namun, di hari itu, kala ia memenangkan kompetisi layangan mengalahkan yang lainnya, Amira teramat menyesal membiarkan Hassan mengejar layangannya untuk keseribu kali.

Amir selalu memiliki pilihan. Ketika ia mendapati Hassan yang tersudut di sebuah gang, Amir bisa melangkah masuk untuk membela sahabatnya. Tapi, di benak kecilnya, Amir malah pergi melarikan diri.

Amir telah mengkhianati Hassan. Sejauh pandangannya melirik kepergian Hassan dan Ali, rasa bersalah yang tengah mengimpit dadanya menjadi tak tertahankan. Jarak dapat diberai samudera, namun Amir selalu kehabisan kata-kata untuk memungkir. Setiap kali ia mengenang sebuah ingatan yang indah. Memori itu selalu saja berimajikan Hassan. Berlari mengejar layangan, menyusuri lembah-lembah di Kabul.

Kala itu tahun 2001, di suatu musim panas, kawan Baba yang bernama Rahim Khan menelepon dari Pakistan. Meminta Amir mengunjunginya. Seperempat sudah Amir berusaha melupakan tempat kelahirannya. Kota Kabul yang tengah diinjaknya tengah mengalami penjajahan. Mengunjungi relung yang tengah menjadi batu dan puingan tembok, Rahim Khan, yang sekarat, pun menceritakan hal sesungguhnya terjadi di antara Baba dan Hassan yang teramat disayanginya.

 
Read More »

To Kill a Mockingbird – Harper Lee

25124132
 
 
Judul                     : To Kill a Mockingbird
Penulis                  : Harper Lee
Penerjemah         : Femmy Syahrani
Penerbit               : Penerbit Qanita
Terbit                    : Cetakan pertama, September 2015
Tebal                     : 396halaman
Rate                       : 4/5
 
 

“Kau boleh menembak burung bluejay sebanyak yang kau mau, kalau bisa kena, tetapi ingat, membunuh mockingbird—sejenis murai bersuara merdu—itu dosa.”To Kill a Mockingbird, hlm. 135

 
 

Bagi Scout, keseruan hidupnya baru dimulai ketika ia hendak beranjak enam tahun—tatkala Scout dan Jem, kakak laki-lakinya, merekrut Dill sebagai anggota baru mereka. Dill adalah keponakan Bibi Rachel yang hanya tinggal di Maycomb sepanjang musim panas. Namun, di musim panas itu, Jem begitu bangga ketika menemukan anak laki-laki yang pantas untuk mengungkap rumah horor milik keluarga Radley.

Jem menantang Dill untuk memancing Boo Radley keluar dari rumah singgahnya. Boo Radley bukanlah sosok yang ramah. Dan anak-anak di Maycomb sudah tahu, kalau Boo baru akan keluar kala malam turun.

Usia enam tahun bagi Scout adalah masa ketika ia bisa bermain dengan kakak laki-lakinya dan laki-laki yang baru saja ‘melamar’-nya. Tapi, keadaan serta-merta berubah ketika Atticus Finch, sang ayah, ditunjuk oleh Hakim Taylor untuk membela seorang berkulit hitam bernama Tom Robinson, yang mana pada zamannya kaum berkulit warna selalu dianggap sebagai sampah masyarakat.

Scout tak pernah mengerti mengapa para teman dan kerabat memanggilnya dengan sebutan “pencinta nigger”. Hingga kala dirinya, Scout dan Dill menyelinap ke ruang pengadilan dan menyaksikan hal yang sesungguhnya terjadi.

 
 
Read More »

The Walled City ‘Kota di Balik Tembok’ – Ryan Gaudin

646495f224836f8db92d4fff3013f463
 
 
Judul                     : The Walled City ‘Kota di Balik Tembok’
Penulis                  : Ryan Graudin
Penerjemah         : Harisa Permata Sari
Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, November 2015
Tebal                     : 488 halaman
Rate                       : 4/5
 
 

“Kupejamkan mata, berusaha tidak melihat gadis boneka-rusak yang tergeletak di lantai. Berusaha tidak mengingat kalimat yang dulu dicuapkan sang master di tengah malam. Kalimat itu menembus waktu, mengikatku seperti tambang. Tak ada jalan keluar.” –The Walled City ‘Kota di Balik Tembok’, hlm. 30

 

Yang tersisa tinggal 18 hari dan Dai kembali memutar otak untuk mencari jalan keluar. Sementara Tsang selalu datang menagih janji. Siang itu Dai menemukan Jin, sebagai salah seorang pencuri ulung yang ia cari.

Tawarannya mudah, Dai memerlukan bantuan Jin sebagai seorang kurir narkotika. Memasuki salah satu rumah bordil terbesar di Hak Nam Walled City dan mengantarkan paket rahasia itu kepada Longwai.

Longwai bukan pengelola rumah bordil pada umumnya. Koneksinya yang besar dan kekejiannya sudah tersohor ke penjuru Hak Nam, bahkan Seng Ngoi. Namun, kehidupan Jin yang keras membuatnya mengambil tawaran berbahaya itu. Jin sudah lama penasaran dengan rumah bordil Longwai sebagai alasan mencari saudara perempuannya yang telah dijual oleh ayah mereka.

Dengan menyamar sebagai laki-laki, Jin pun membuat kesepakatan dengan Dai. Namun, siapa sangka jika pekerjaan rendahan sebagai kurir narkotika malah menggiringnya kepada persoalan yang lebih besar. Masalahnya bukan lagi membantu Dai mencari jalan keluar, tetapi mempertanyakan siapa Dai yang sesungguhnya dan apa yang ia inginkan dengan buku neraca Longwai?

Read More »

Magi Perempuan dan Malam Kunang-Kunang – Guntur Alam

b96a59f2e1c7912af2e9ad9eab78e938
 
 

Judul                     : Magi Perempuan dan Malam Kunang-Kunang
Penulis                 : Guntur Alam
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Agustus 2015
Tebal                     : 176 halaman
Rate                       : 4 / 5

 
 

“Jangan jatuh tertidur, Bujang! Bulan pucat tengah penuh. Mengembang di kelam raya. Bila kau pantang, kau akan bangun esok paginya dengan dunia pekat selama-lamanya!”Magi Perempuan dan Malam Kunang-kunang, hlm. 19

 

 

Boleh percaya, boleh tidak, tapi, perempuan sungguh makhluk yang kelewat misterius. Dari parasnya yang memukau bisa saja seorang bujang terjerat masuk perangkap. Lagi-lagi, seseorang boleh saja percaya, boleh saja tidak. Lewat cerita-cerita sederhana, kepalang banyak kisah tentang mereka yang menggandung magi dan mitos. Seperti kisah tentang sepasang kursi rotan tua yang disesaki kenangan.

Kursi itu bukan sembarang kursi yang dionggok di sisi gelap rumah. Kursi itu warisan ibu. Dan ia meminta dirimu untuk menjaganya yang mana konon dalam kursi itulah ayah raib dan menjelma menjadi kutu. Terendus sedikit sinting, tapi ibu percaya, kelak ayah akan kembali dari negeri kutu dan hidup bahagia menjadi seorang manusia bersama dirinya.

Bicara soal perempuan tak harus berbicara soal seks dan hal-hal yang terhidu sebagai candaan sensual. Relikui demi relikui teranyam begitu rumt dalam benak mereka, sampai-sampai seseorang perlu memilahnya menjadi untaian kisah.

 

  1. Peri Kunang-kunang
  2. Tem Ketetem
  3. Malam Hujan Bulan Desember
  4. Maria Berdarah
  5. Gadis Buruk Rupa dalam Cermin
  6. Tamu Ketiga Lord Byron
  7. Dongeng Nostradamus
  8. Boneka Air Mata Hantu
  9. Tentang Sebatang Pohon yang Tumbuh di Dadaku
  10. Dongeng Emak
  11. Almah Melahirkan Nabi
  12. Kastil Walpole
  13. Hari Tenggelamnya Van der Decken
  14. Sepasang Kutu, Kursi Rotan, dan Kenangan yang Tumbuh di Atasnya
  15. Lola
  16. Kotak Southcott
  17. Kematian Heartfield
  18. Tiga Penghuni dalam Kepalaku
  19. Hantu Seriman
  20. Anak Pintaan
  21. Lima Orang di Meja Makan

 
 
Read More »

Tiga Sandera Terakhir – Brahmanto Anindito


 
 
Judul                     : Tiga Sandera Terakhir
Penulis                 : Brahmanto Anindito
Penerbit              : Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, Mei 2015
Tebal                     : 316 halaman
Rate                       : 4 / 5
 
 

“Semua ini sudah dimulai dari masa penjajahan Belanda. Dan penyelesaian status Papua ternyata masih berlarut-larut setelah Indonesia merdeka. Tidak selesai-selesai sampai 1961, sampai Indonesia-Belanda terlibat perang terbuka.” –Tiga Sandera Terakhir, hlm. 36

 
 

Penyanderaan lima korban yang dilakukan Akilas dan Mikael bukan semata-mata aksi kriminalitas biasa. Semuanya persoalan ideologi. Paham yang berbeda dan membuat harga diri warga Papua terinjak-injak. Pulau yang seharusnya memiliki kekayaan alam yang berlimpah malah dijadikan tambang dan dieksploitasi habisan-habisan, sementara kaum kapitalis di ibukota dan negara lain yang menikmatinya.

Mereka ingin merdeka. Dengan menyandera lima korban—dua warga negara Indonesia, satu warga negara Australia, dan sepasang warga negara Perancis. Semua aksi tersebut memberikan klu akan keberadaan OPM, Organisasi Papua Merdeka. OPM rela melakukan segalanya demi memperjuangkan kemerdekaan dari Papua Barat.

Sementara satu per satu korban berjatuhan, Kolonel Larung Nusa segera ditugaskan menuju Bumi Cenderawasih. TNI berharap banyak di bawah pimpinannya, OPM akan segera ditangani. Namun, sayangnya, lawan TNI kali ini tidaklah mudah. Banyak siasat yang perlu dilakukannya termasuk membentuk sebuah tim bayangan.
 
 

Read More »

Kambing & Hujan: Sebuah Roman – Mahfud Ikhwan

 

Judul                     : Kambing & Hujan: Sebuah Roman
Penulis                 : Mahfud Ikhwan
Penerbit              : Bentang Pustaka
Terbit                    : Cetakan pertama, Mei 2015
Tebal                     : 374 halaman
Rate                       : 4 / 5
 
 

“Sebab tak ada biografi tanpa sebuah roman!”Kambing dan Hujan, hlm. 72

 

Mifathul Abrar bertemu dengan Nurul Fauzia Jumat siang itu. Hatinya berdebar sembari menumpangi bus yang sama dengan seorang warga Centong. Sejauh apa ia merantau, ia selalu tahu gadis mana yang sekampung halaman dengannya. Mif lekas jatuh hati dengan Fauzia, pun dengan gadis itu, tapi siapa sangka kalau keduanya dibesarkan dengan dua aliran berbeda. Sama-sama Islam, namun berbeda adat, pun penempatan Hari Raya. Mif dibesarkan dengan tradisi Islam modern, Fauzia dengan Islam tradisional.

Sayangnya, Mif dan Fauzia tak bisa menyembunyikan perasaan itu terlalu lama, terlebih keduanya sudah memikirkan soal akad nikah. Centong bukan wilayah yang besar. Sedikit desas-desus, mau tak mau Fauzia harus buka mulut kepada Pak Fauzan, ayahnya. Sambil bermanja-manja, ia ingin minta restu, tapi di lain sisi Ibu Yatun, istrinya, malah diam seribu bahasa. Bukan persoalan Islam modern atau tradisional, tapi hatinya pedih saat mendengar nama Mif terucap dari bibir anak gadisnya.

Sedang Mif meminta kejelasan dengan Pak Kandar. Apa hanya lantaran persoalan Masjid Selatan dan Utara lantas keduanya tak bisa menikah? Atau pelanggaran norma agama hanya sekadar akal-akalan bapaknya yang ingin menutupi rahasia di masa lalu?

 

”Kita dulu mengira bapak-bapak kita adalah dua musuh bebuyutan yang tak terdamaikan. Ternyata, mereka dua sahabat karib, bahkan memanggil dengan panggilan “saudara”. Bukannya itu justru sangat menggembirakan?”Kambing dan Hujan, hlm. 152

Read More »

The Palace of Illusions ‘Istana Khayalan’ – Chitra Banerjee Divakaruni

 

Judul                     : The Palace of Illusions ‘Istana Khayalan’
Penulis                 : Chitra Banerjee Divakaruni
Penerjemah       : Gita Yuliani K.
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Juli 2009
Tebal                     : 496 halaman
Rate                       : 5 / 5

   

“Bukankah kita semua bidak di dalam tangan Waktu, pemain terbesar itu?” The Palace of Illusions ‘Istana Khayalan’, hlm. 93

 
 
Dropadi tidak pernah bosan mendengar kisah kelahirannya dari mulut Dhai Ma; detik-detik paling sunyi, sekaligus paling lucu ketika seorang gadis berkulit gelap melompat dari luapan api pengorbanan. Perangainya yang tergesa-gesa, membuat ia nyaris terjungkal lantaran menginjak kain sari-nya seorang diri.

Dropadi diperlakukan sangat spesial oleh Raja Panchala, sebagai satu-satunya Putri di antara kakak-kakaknya yang laki-laki. Tapi, Dropadi kecil bukan putri yang ingin diperlakukan sebagaimana seorang putri raja. Ia benci pelajaran seorang putri, alih-alih, menyelinap ke pelajaran-pelajaran penuh strategi milik kakaknya, Dre. Ditegur berulang kali dan nyaris membuat Raja Panchala yang pemarah kehabisan akal. Dropadi dekat dengan Khrisna, sahabat kakaknya, pun sahabat Arjuna, seorang pejuang tangguh dari Hestinaputra.

Sedari kecil, Dropadi tak sabar ingin bertemu dengan pangeran tampannya. Terlebih ketika mendengar cerita-cerita Khrisna. Tanpa sepengetahuan siapapun, Dhai Ma membawa Dropadi kepada seorang suci. Memperdengarkannya pada sebuah ramalan:

 

“Kau akan mengawini lima pahlawan terbesar di masamu. Kau akan menjadi ratu segala ratu, dicemburui semua dewi. Kau akan menjadi pelayan. Kau akan menjadi penguasa istana paling hebat, lalu kehilangan itu. Kau akan diingat karena menyebabkan perang terbesar pada masamu. Kau akan menyebabkan kematian raja-raja jahat—dan anak-anakmu, dan kakakmu. Sejuta perempuan akan menjadi janda karena kau. Ya, memang, kau akan meninggalkan jejak pada sejarah. Kau akan dicintai, meskipun kau tidak selalu siapa yang mencintaimu. Meskipun kau mempunyai lima suami, kau akan mati sendirian, ditinggalkan pada akhirnya—sekaligus tidak ditinggalkan.” The Palace of Illusions ‘Istana Khayalan’, hlm. 67-68

 
 
Jantungnya berdebar-debar. Tahun demi tahun berjalan, Raja Panchala akhirnya menggelar sebuah sayembara sulit bagi para ksatriya yang hendak menikahi putrinya. Dropadi menunggu kehadiran Arjuna; Dre dan Khrisna mengantisipasi kehadiran Karna.

 
 
Read More »

Weedflower ‘Bunga Liar’ – Cynthia Kadohata

 

Judul                     : Weedflower ‘Bunga Liar”
Penulis                 : Cynthia Kadohata
Penerjemah       : Lanny Murtihardjana
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Oktober 2008
Tebal                     : 272 halaman
Rate                       : 3 / 5

 

 

“Dia adalah Sumiko Terhina.

 Seperti inilah rasanya kesepian:

  1. Seakan-akan semua oang menatapmu.
  2. Seakan-akan tak seorang pun melihat kepadamu.
  3. Seakan-akan kau nyaris hendak menangis.”

Weedflower ‘Bunga Liar’, hlm. 48

 

Sumiko sudah terbiasa merasa kesepian. Menjadi satu-satunya gadis Jepang di kelas bahkan tidak membuat mata-mata itu diam untuk tidak menyalang.  Ia dibesarkan di perkebunan bunga di California. Hidup menjadi yatim piatu; tanpa ayah dan ibu; tapi dengan seorang adik, Takao ‘Tak-Tak’, Jichan (kakeknya yang renta), paman, bibi, serta kedua sepupu laki-lakinya. Ichiro dan Bull. Sebagai keluarga imigran, keluarga sang paman hidup dengan damai, sangat bersahaja, dan selalu berusaha untuk membaur dengan warga setempat.

Sumiko begitu senang ketika suatu siang sepucuk surat undangan melipir di meja kelasnya. Pesta ulang tahun Marsha Melrose diadakan di Hari Sabtu. Jichan boleh saja menyepelekan, tapi tidak dengan Paman. Kendati pendapatannya pas-pasan, ia membelikan hadiah terbaik agar diberikan kepada Marsha. Namun, senja itu acara yang sangat ditunggu-tunggu Sumiko, seketika menjadi bencana.

Ia tahu, keberadaannya tidak dianggap. Dengan langkah gontai menyusuri aspal rumah, ia berusaha untuk tidak menangis; menutupi kenyataan; berkata bohong tentang pesta fantastis yang baru dialaminya. Tapi, tangis Sumiko pun tumpah di malam kala Bull menemaninya sebelum tidur.

Jepang dan Amerika begitu berjarak. Pearl Harbour kepalang menjadi peristiwa yang membekas. Setiap Nikkei ‘orang Jepang’ di dataran California mulai dicurigai sebagai mata-mata Kaisar. Para warga imigran lekas-lekas melenyapkan benda-benda pribadi yang memiliki unsur Jepang. Mereka ingin selamat. Namun, Sumiko tak dapat mencegah menyergapan siang itu. Jichan dan Paman ditahan. Ichiro, Bull, Bibi, Sumiko, dan Tak-Tak terpaksa harus pindah menuju kamp konsetrasi di padang yang begitu panas.

Kusebana ‘bunga liar’ tidak lagi menjadi pemandangan pekarangan depan rumah. Sumiko berusaha untuk menikmati kehidupan barunya. Mencari teman baru. Dan ia pun bertemu dengan seorang pemuda Indian bernama Frank. Sumiko ingin Frank menjadi sahabat barunya, tapi pemuda Mohave itu malah terlanjur marah lantaran menganggap orang Jepang yang merebut tanah milik Indian. 

Read More »

To Live ‘Hidup’ – Yu Hua


  
Judul                     : To Live ‘Hidup’
Penulis                 : Yu Hua
Penerjemah       : Agustinus Wibowo
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, 2015
Tebal                     : 224 halaman
Rate                       : 5 / 5

  

“Orang hidup itu yang penting senang, jadi miskin pun tak ada yang perlu ditakuti.”To Live ‘Hidup’, hlm. 39

 

Ia paling kerasan minum teh pahit buatan petani. Duduk di ambang pintu, sementara sepasang matanya memerhatikan tubuh-tubuh renta itu terbungkuk-bungkuk menyusuri pematang. Hingga satu suara menarik perhatiannya. Laki-laki tua itu bernama Fugui, pun sapi di sampingnya. Dua Fugui yang papa, bekerja sama membajak petak ladang kecil mereka.

Fugui bercerita tentang kisah hidupnya di suatu senja; masa-masa ketika sutra masih melekat di tubuhnya; langkah-langkah pongah. Hidupnya dengan begitu sinting ia habiskan di meja judi. Satu putaran ke putaran berikutnya. Jiazhen, sang istri, tengah hamil besar, merajuk hingga memohon-mohon dirinya untuk pulang. Fugui tutup telinga. Rajukan Jiazhen kian menjadi, ia tendang istrinya sampai tersungkur; Jiazhen tak menyerah, Fugui sampai kehabisan akal melihat perempuannya mengacaukan permaiannnya. Ia membayar pria-pria itu dengan uang hasil judinya, berharap menarik Jiazhen keluar.

Raja judi itu bernama Long Er. Namanya sudah tersohor di bilik-bilik Rumah Hijau. Fugui pikir ia dapat mengelabui orang itu dengan mudah, alih-alih, harta leluhurnya tandas dikuras. Fugui pulang dengan malu. Mulutnya berbusa ketika menginjak babut rumah. Ayahnya marah besar sejurus langsung ambruk. Keluarga begitu kacau, sehingga mereka harus pindah ke rumah gubuk di pedesaan.

Dari anak seorang besar, Fugui menjalani hidupnya dengan keras. Mendidik kedua anaknya dengan banyak ancaman. Negeri Tiongkok mengalami banyak naik turun kekuasaan. Mulai dari bencana kelaparan yang melanda seluruh negeri. Komunisme yang merajalela. Hingga masa-masa ketika Revoulis Kebudayaan dianggap menjadi jalan terbaik untuk diperjuangkan.

Read More »