The Martian ‘Si Penghuni Mars’ – Andy Weir

e42232f64e088a2015dc757693edf128
 
 
Judul                     : The Martian ‘Si Penghuni Mars’
Penulis                  : Andy Weir
Penerjemah         : Rosemary Kesauly
Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Desember 2015
Tebal                     : 528 halaman
Rate                       : 5/5
 
 

“Ancaman terbesar tentunya kehilangan harapan. Kalau Mark memutuskan dia tidak punya harapan untuk bertahan, dia akan berhenti berusaha.”The Martian ‘Si Penghuni Mars’, hlm. 137

 

 

Mark Watney terbangun di Sol 6 dengan antena yang tertancap di perut. Sakitnya bukan main. Ia masuk ke dalam Hab, nyatanya para teman sejawat sudah meninggalkannya sendirian. Enam hari yang lalu, seharusnya mereka berenam. Namun, ketika terjadi badai pasir, Lewis—sang komandan kapal—mengira dirinya sudah mati.

Mark benar-benar seorang diri. Hubungan komunikasi ke bumi terputus, begitu juga dengan persediaan makanan yang menipis. Dari seluruh rangkaian misi perjalanan yang ada, ia hanya akan hidup beberapa bulan di Mars. Dan toh akhirnya ia akan mati juga, tanpa seorang pun tahu tentang keberadaannya.

Namun, Mark tidak menyerah. Dengan kecerdasannya dalam bidang botani dan selera humornya yang kelewat tinggi, Mark memulai misi pribadinya untuk bertahan hidup.

Hidup di planet lain memang sulit, Mars yang awalnya mudah ditebak, nyatanya menyimpan banyak pertanyaan sekaligus kejutan. Bahkan di saat Mark sudah menemukan jaringan untuk membangun komunikasi ke bumi, Airlock 1 yang ia fungsikan melindungi tanaman kentangnya meledak lantaran mal-fungsi.

 
 
Read More »

All Our Yesterdays ‘Segala Masa Lalu Kita’ – Cristin Terrill

 
 
Judul                     : All Our Yesterdays ‘Segala Masa Lalu Kita’
Penulis                 : Cristin Terrill
Penerjemah       : Maria Lubis
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Agustus 2015
Tebal                     : 448 halaman
Rate                       : 4 / 5

 
 

Pada dasarnya ruang dan waktu sebenarnya adalah sesuatu yang sama, semacam film raksasa yang terentang di sepanjang jagad raya yang disebut ruang-waktu. Objek-objek padat menekuk lembaran ruang waktu ini, seperti trampolin yang menjadi cekung saat seseorang berdiri di atasnya. Jika kita memiliki sesuatu yang cukup berat, yang luar biasa berat, benda itu bisa melubangi trampolin tadi.”All Our Yesterdays ‘Segala Masa Lalu Kita’, hlm. 83

 
 
Entah sudah berapa kali Em terpaku pada ceruk saluran air. Itu hal pertama yang ia lakukan kala ditempatkan dalam sebuah sel pengap. Otaknya berpikir keras, dikurung di balik jeruji bukan pengalaman pertama baginya; Em harus melawan. Ia memikirkan cara-cara jitu sembari ditemani sebuah suara dari sel tetangga, yang mempertanyakannya, ke mana tujuan mereka selanjutnya? Sudah puluhan kali Em mencoba. Menggunakan Cassandra—mesin waktu kebanggaan sang doktor—untuk melompat ke masa lalu dan menghancurkan mesin keparat itu dengan berbagai cara, tapi usahanya tetap saja gagal. Kini, hanya tersisa satu siasat, dan suara itu membayangi dirinya, ia harus melompat ke masa lalu dan membunuh sang doktor.

Empat tahun lalu, Marina jatuh cinta pada sahabatnya. James Shaw tiba-tiba saja berubah menjadi super-menawan dalam satu malam. Ia genius, kaya raya, dan Nate, kakaknya baru saja mencalonkan diri menjadi anggota kongres. Fin Abbot, sahabatnya, tahu kalau James juga punya perasaan yang sama terhadap Marina.

Malam itu Marina berdandan sangat cantik. Hendak menghadiri pidato penting yang akan dilakukan Nate. Namun, siapa sangka jika sebuah insiden penembakan terjadi begitu saja. Nate terjungkal dari podiumnya. Dan James yang begitu menyayanginya meraung tak keruan.

Segala hal bergulir sangat kacau. Mulai dari mengusut penembak yang mencelakai Nate; Marina merasa melihat orang-orang asing yang mirip dirinya menyisipi kehidupannya.

Read More »

The Atlantis Gene ‘Gen Manusia Atlantis’ – A. G. Riddle

 

 

Judul                     : The Atlantis Gene ‘Gen Manusia Atlantis’ (The Origin Mystery #1)
Penulis                 : A. G. Riddle
Penerjemah       : Ahmad Alkadri
Penerbit              : Fantasious
Terbit                    : Cetakan pertama,  Januari 2015
Tebal                     : 582 halaman
Rate                       : 5 / 5

 

 

“Perhatikanlah, manusia sudah ada sebelum Luapan Api terjadi, hidup sebagai makhluk liar di hutan. Luapan itu hampir membunuh mereka, dan sang penyelamat melindungi mereka. Tapi dia tak bisa selalu ada untuk mereka. Maka, dia menganugerahkan manusia hadiah terbesar yang pernah ada: darahnya. Anugerah yang akan membuat manusia aman.”The Atlantis Gene ‘Gen Manusia Atlantis’, hlm. 290

 
 
 

Dari ajungan Kapal Riset Icefall, 140 km lepas pantai Antartika, Karl Selig bersama krunya menemukan sebuah kapal selam tua yang diduga milik Nazi, bekas perang dunia pertama dulu. Naomi, salah satu rekannya lekas-lekas terbangun dari tidur dan mengabarkan kabar hebat tersebut ke kantor pusat, sebuah organisasi penelitian bernama Immari.

Sementara di Stasiun Kereta Manggarai, Jakarta, David Vale yang tengah bersembunyi di balik bayang-bayang loket tiket mendapat serangan bom mendadak. Seluruh dunia menduga hal itu berbuatan gembong teroris, namun nyatanya, Menara Jam, sebuah organisasi tempatnya bekerja tengah disusupi musuh. Musuh tak kasat mata yang tanpa sengaja memberikannya sebuah kode rahasia tentang Protokol Toba.

Di sebuah Pusat Penelitian Autisme, di Jakarta, Dr. Kate Warner kaget bukan main ketika ruang observasinya dirangsek oleh serangkaian pasukan berjubah hitam dan bersenjata api. Ia sempat mengira, mungkin saja kedua monster itu menginginkan uang, namun, alih-alih merampok, mereka menculik Adi dan Surya, dua anak asuhnya. Dr. Kate Warner terbangun tanpa tahu menahu, mengapa dirinya ditahan di sebuah ruang interogasi Kepolisian Jakarta Barat.

Sesungguhnya apa yang tengah terjadi? Mengapa semuanya terjadi begitu tiba-tiba? Dari penemuan sebuah kapal selam milik Nazi, lantas sebuah operasi bertajuk Protokol Toba harus segera dilancarkan. Dan mengapa tidak menculik anak lainnya, apa yang sesungguhnya telah disuntikkan Dr. Kate kepada Adi dan Surya, alih-alih menyuntikkan mereka dengan senyawa yang tengah dikakulasi oleh Pusat Penelitian Immari?

 
 
Read More »

Shades of Earth ‘Bayang-Bayang Bumi’ – Beth Revis

  

Judul                     : Shades of Earth ‘Bayang-Bayang Bumi’ (Across the Universe #3)
Penulis                 : Beth Revis
Penerjemah       : Barokah Ruziati
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, April 2015
Tebal                     : 496 halaman
Rate                       : 5 / 5

  

“Semua yang sudah kita lakukan, semua yang sudah kita korbankan—semuanya percuma. Bumi sudah menaklukkan planet ini. Mereka datang, mereka melihat, mereka pergi. Dan sekarang kita di sini.”Shades of Earth ‘Bayang-Bayang Bumi’, hlm. 226

 
 
Separuh awak Godspeed bersuka ria; pendaratan bisa terbilang tidak terlalu mulus, namun Elder berhasil mendaratkan kapsul utama di Bumi-Centauri, planet yang akan menjadi rumah baru mereka. Tabung-tabung kronik mulai dibuka. Elder masih dihantui petuah Orion, prajurit atau budak, mengingat para manusia beku akan segera dicairkan.

Bumi-Centauri nyatanya berbeda dari yang selama ini mereka pikirkan. Dengan dua matahari yang menggantung di pucuk langit dan keberadaan para ptero yang agresif. Para koloni mencoba bertahan dan meneliti tentang planet baru mereka. Namun, semakin hari, keadaan tak bertambah baik.

Satu per satu korban berjatuhan. Elder tahu, Kolonel Robertson, Ayah Amy, memang pria yang keras kepala, tapi ia tak berhak menyembunyikan sebuah rahasia di balik danau sana. Rahasia tentang sebuah peradaban yang ada sebelum mereka tiba.

Elder tak bisa membiarkan koloninya musnah, pun dijadikan budak-budak FRX. Seiring dengan penggembokan kapsul yang dilakukan secara otomatis, tabung kronik Orion mencair tanpa bisa dicegah. Napasnya terengah. Ia sekarat. Tapi, agaknya pria itu belum berhenti bermain. Orion berpesan, bahwa masih ada satu petunjuk lagi yang tertinggal. Bukan di Bumi-Centauri, lantas apakah dengan petunjuk itu, mereka dapat menyelamatkan koloni dari serangan makhluk asing?

Read More »

A Million Suns ‘Sejuta Matahari’ – Beth Revis

 

Judul                     : A Million Suns ‘Sejuta Matahari’ (Across the Universe #2)
Penulis                 : Beth Revis
Penerjemah       : Barokah Ruziati
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Februari 2015
Tebal                     : 473 halaman
Rate                       : 4.5 / 5

  

Godspeed sudah tua. Pesawat ini mulai rusak.” A Million Suns ‘Sejuta Matahari’, hlm. 23

 
 
Kematian Eldest bukan perkara mudah bagi Elder. Sosok tua berjanggut putih itu masih membayangi dirinya; di Level Penjaga, di Ruang Agung, kini tak ada lagi yang sosok yang dapat ia tanyai. Sementara bersikeras Elder menghentikan penggunaan Phydus—substansi yang dapat mengontrol emosi dan pemikiran awak pesawat. Para awak pesawat menjadi kian menutut idealisme tertinggi terhadap diri mereka. Godspeed sudah terlalu lama berlayar. Dan tanpa Phydus, mereka dapat melakukan apa pun yang mereka mau.

Elder—yang enggan dipanggil Eldest—masih berunding dengan para awak kelas satu, para ahli mesin, dan memutuskan untuk membentuk polisi untuk meredam perlakuan membabi-buta para awak pesawat; di saat yang bersamaan, Marae, berkata kalau mereka telah menipu terlalu banyak pihak selama ini. Penundaan waktu pendaratan Godspeed di Bumi-Centauri bukan disebabkan oleh mesin yang kian uzur. Alih-alih, Godspeed memang tidak pernah bergerak. Sudah berpuluh tahun lamanya. Dan pesawat mereka pun mulai rusak.

 

“Dia mati, sendirian dan ketakutan. Aku tidak mati, tapi aku tetap sendirian dan ketakutan.” A Million Suns ‘Sejuta Matahari’, hlm. 134

 
 
Amy masih mengingat perkataan Luthor siang itu. Para awak pesawat semakin bebas dan mengincarnya sebagai penyebab utama yang selalu mendapat perlakuan spesial dari Elder. Amy ketakutan. Tiap pagi ia mengunjungi kedua orangtuanya di ruang kronika. Berharap Godspeed cepat-cepat mendarat di Bumi-Centauri. Namun, betapa kaget dirinya kala Orion memberikannya sebuah cenderamata; sebuah komnir spesial dengan kata-kata mutiara.

Berhari-hari Amy penasaran dengan kuotasi pendek yang Orion kutip dari sebuah karya klasik karangan Dante. Sebuah video rahasia berhasil diselundupkan Orion lewat kartu mem. Dengan sederet petunjuk Orion, Amy terpaksa harus memecahkan kode-kode penting itu, karena Amy satu-satunya yang dilahirkan di planet Bumi-Surya, dan Amy adalah satu-satunya yang dapat mengambil keputusan.

 
 
Read More »

Across the Universe ‘Melintasi Semesta’ – Beth Revis

 

Judul                     : Across the Universe ‘Melintasi Semesta’ (Across the Universe #1)
Penulis                 : Beth Revis
Penerjemah       : Barokah Ruziati
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Januari 2015
Tebal                     : 488 halaman
Rate                       : 5 / 5

 

 

“Seluruh pesawat ini disatukan oleh logam dan kebohongan, semua orang entah ditipu atau menipu.”
Across the Universe ‘Melintasi Semesta’, hlm. 479

  

Seluruh rangkaian perjalanan itu disponsori oleh Financial Resource Exchange. Persekutuan multinasional yang menyediakan sumber daya bagi kelompok ilmuan dan Awak Kapal militer terpilih untuk melakukan perjalanan lintas semesta dalam rangka mencari lebih banyak sumber daya.

Amy bisa dibilang beruntung, tetapi juga tidak di sisi lain. Kedua orangtuanya yang berprofesi sebagai ilmuan dan awak militer secara kebetulan terpilih menjadi Awak Kapal Godspeed. Tubuhnya dibekukan secara kriogenik sebagai kargo nonesensial. Dijadwalkan akan bangun pada tiga ratus tahun mendatang; menjejaki sebuah planet baru yang bernama Bumi-Centauri.

Tubuh-tubuh beku itu disimpan dengan kecanggihan mutakhir dalam ruang rahasia pesawat. Namun, suatu insiden misterius terjadi, lodong kriogenik nomor 42, tempat di mana Amy terbaring diputus begitu saja.

Amy terbangun dari tidur bekunya. Dirinya terjebak di antara manusia-manusia asing yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Wajah mereka mirip antara satu sama lain, sedang dirinya nampak pucat sepias kertas.

 

“Semua orang di pesawat memiliki kulit warna zaitun kelam yang sama, rambut dan mata cokelat gelap yang sama.” Across the Universe ‘Melintasi Semesta’, hlm. 43

 

Eldest mengancam Amy untuk mengikuti aturan. Ia pemimpin kapal raksasa itu. Mengendalikan 2.312 orang di dalamnya dengan cara yang amat menakutkan. Sekali saja Amy melampaui batas, Eldest tidak segan-segan melemparnya ke ruang angkasa. Namun, sebaliknya, sebagai penerus Eldest, Amy mengenali Elder sebagai remaja pemberontak yang dapat dipercaya.

Insiden pencabutan lodong krio tidak berhenti sampai di nomor 42. Nomor 10 tidak terselamatkan, meninggal lantaran tenggelam dalam cairan krionya sendiri. Amy semakin waswas, ia tak ingin hal tersebut terjadi kepada kedua orangtuanya.

Elder membantu Amy memecahkan kasus tersebut, namun di kala insiden itu terjadi kom-nir (alat komunikasi nirkabel) pesawat mendeteksi kehadiran Eldest di ruang krio. Amy tak bisa serta-merta menuduh pria tua itu sebagai pelaku utama. Alih-alih, Eldest selalu membagi akses ke seluruh ruangan kapal dengan penerusnya, Elder.

Lantas, siapa yang melakukan pencabutan lodong krio tersebut? Dan atas tujuan apa ia melakukan hal itu?

Read More »

Requiem (Delirium #3) – Lauren Oliver

 
 

Judul                     : Reqiuem (Delirium #3)
Penulis                  : Lauren Oliver
Penerjemah         : Prisca Primasari
Penerbit               : Mizan Fantasi
Terbit                    : Cetakan pertama, Desember 2014
Tebal                     : 488 halaman
Rate                       : 3.5/5

 

“Dia memang bukan milikku lagi—aku pun tidak berhak untuk merasa kehilangannya. Tetapi aku tetap berduka, merasa sulit memercayai kepergiannya.”Requiem, hlm. 301

 
 
Mereka kembali dari New York City, setelah Lena berhasil menyelamatkan Julian dari hukuman mati. Bergerak dengan para Invalid lain. Lena pun menemukan Alex—cinta pertamanya—yang ia kira mati, ditangkap oleh para Regulator kala pengepungan di 37 Brooks.  Alex memang berhasil melarikan diri dari Kriptus, tapi Lena tak lagi mengenal dirinya yang baru. Alih-alih mengacuhkan keberadaannya, Alex malah lebih tertarik dengan Coral, anggota baru yang tak sengaja mereka temukan di tengah Alam Liar.

Di balik Tembok, Hana hidup nyaman setelah dipasangkan dengan Fred Hangrove.  Ia telah disembuhkan. Tinggal hitungan hari sampai ia resmi menjadi istri sang gubernur muda. Namun, kala malam menjelang, Hana selalu dihantui perasaan bersalah. Kejadian 37 Brooks silam; wajah Lena yang dirundung sengsara; Alex yang dikabarkan mati. Ia tak bisa tinggal diam.

Lena masih mempertanyakan suara hatinya, menanti tatapan Alex yang dulu bersirobok dengan rona matanya; kehangatan Julian yang selalu menyelimutinya tiap malam. Siapakah yang harus ia pilih? Julian? Atau jangan-jangan ia masih mencintai Alex? Namun, di balik semua pertanyaan itu, ia harus terus bergerak. Alam Liar tak lagi aman. Fred Hangrove punya rencana jahat. Ia ingin semua Alam Liar dihancurkan. Para Invalid harus balik melawan alih-alih menunggu untuk diburu.

Read More »

Never Fade ‘Takkan Pernah Pudar’ – Alexandra Bracken

Judul                     : Never Fade (The Darkest Minds #2)
Penulis                 : Alexandra Bracken
Penerjemah       : Linda Boentaram
Penerbit              : Fantasious (Ufuk Publishing House)
Terbit                    : Cetakan pertama, November 2014
Tebal                     : 624 halaman
Rate                       : 4.5 / 5
   

“Kau akan pergi dan menemukan Liam. Kau akan membawa pulang informasi itu. Aku tak pernah meragukannya. Karena, Permataku.” Never Fade ‘Takkan Pernah Pudar’, hlm. 106

 
 
Setelah menghapus jejaknya dalam ingatan Liam dan meninggalkan Chubs dalam keadaan tertembak, Ruby sepakat mengikuti perjanjiannya dengan Cate; bergabung dengan Liga Anak—sebuah organisasi yang dikepalai John Alban. Dalam Liga Anak, Ruby tak sulit mendapatkan perhatian, kemampuannya sebagai Oranye, membuatnya ditugaskan untuk memimpin sebuah regu kecil.

Suatu hari di sebuah Op penyelamatan yang dilakukannya bersama Rob Meadow, muncul sebuah serangan yang nyaris mengancam nyawa Ruby dan Vida. Serangan balik itu menuai kecurigaan bahwa Rob sendirilah yang merancang hal tersebut bersama para pemberontak baru, yang berambisi menggunakan para anak Psi sebagai sasaran untuk menjatuhkan kekuasaan Presiden Gray.

Ruby rupanya menemukan Cole Stewart, kakak laki-laki Liam, pada sebuah Op penangkapan terbaru. Cole yang tengah menjalankan misi penelitannya mengenai penawar penyakit IAAN (Idiopathic Adolescent Acute NeurodegenerationDegenerasi Saraf Akut Remaja’) meletakkan seluruh bahan penelitiannya pada flash drive yang dijahitkan di dalam jaket. Akan tetapi, lantaran panik dan menyuruh Liam lekas pergi, adik laki-lakinya malah salah mengganjur jaket miliknya dan menghilang.

Cole menyuruh Ruby mengambil risiko terbesar dan menemukan flash drive itu secara diam-diam. Ia perlu menemukan Liam, yang seharusnya tak pernah ia temui kembali. Namun, menembus barikade Liga Anak tanpa sepengetahuan Rob pun tentunya tidak mudah. Ia perlu mengemban tanggungjawab untuk melindungi anggota regunya, begitu juga dengan serangan sok tahu dari Vida yang menguntit secara diam-diam. Hingga mereka bertemu dengan Chubs, Ruby tak tahu, apakah hatinya siap untuk kembali bertemu dengan Liam.
 
 

“Aku tak ingin tahu pendapat Chubs tentangku setelah tahu apa yang telah kulakukan untuk Liga. Aku tidak ingin tahu yang dipikirkan Liam tentangku atau bau asap di ruambutku yang tak pernah hilang, sebanyak apa pun aku telah mencucinya.”Never Fade ‘Takkan Pernah Pudar’, hlm. 213

Read More »

Tempest – Julie Cross


 
 
 

Judul                     : Tempest (Tempest #1)
Penulis                  : Julie Cross
Penerjemah         : Angelic Zaizai
Penerbit               : Mizan Fantasi
Terbit                    : Cetakan pertama, Oktober 2014
Tebal                     : 477 halaman
Rate                       : 4.5 /5

 
 

“Oke, itu benar. Aku bisa berkelana melintasi waktu. Tapi tunggu dulu, ini tidak semenarik yang mungkin kau bayangkan. Aku tak bisa kembali ke masa lalu dan membunuh Hitler. Aku tak bisa pergi ke masa depan dan melihat siapa yang memenangkan Kejuaran Bisbol World Series di tahun 2038. Sampai saat ini, paling hebat aku melompat sejauh sekitar enam jam di masa lalu. Superhero macam apa itu, iya, kan?” —Tempest, hlm. 8

 

 

Di tahun 2009, Jackson Meyer, remaja 19 tahun itu tahun akan kemampuannya setahun lalu, kala dirinya tak sengaja tertidur di kelas dan melompat menuju masa lalu. Tapi, selama ini, lompatan yang diujicobakan tak lebih dari enam jam, berikut dengan eksperimen-eksperimen amatir yang dipraktikkan Adam, si Sahabat Jenius. Jackson menimpan jurnal eksperimen itu dengan seperti silabus praktikum. Tak lebih. Itu semua hanya sekadar lompatan waktu anak bawang. Bermain-main, melihat sekitar, lantas kembali lagi ke home base.

Tapi, ada yang tak beres dengan malam itu. Ketika ia mengubah rencananya secara sepihak dengan Adam, dan mengunjungi tempat tinggal Holly. Orang-orang asing mulai merangsek masuk. Jackson pikir, itu pasti mata-mata ayahnya. Kevin Meyer, sang CEO, yang selalu menyimpan rahasia. Tapi, betapa kagetnya Jackson saat tahu, bahwa orang-orang itu tahu, ia bisa melompat sewaktu-waktu. Jackson begitu mengkhawatirkan Holly. Apa yang harus ia lakukan?

 

“Bunyi letusan berdentam di telingaku, diikuti oleh jeritan Holly. Kemudian semuanya seolah berhenti—jantungku, napasku … waktu.” —Tempest, hlm. 36

 

Jackson terlempar ke masa lalu. Ia terjebak di tahun 2007. Sudah puluhan lompatan yang ia lakukan hari itu, tapi ia tak bisa kembali ke 2009. Jackson mengkhawatirkan keadaan Holly; sekaligus berusaha mencari tahu, apa yang coba ditutupi oleh Kevin Meyer dengan para agen rahasia direkrutnya. Apakah orang-orang asing tersebut mempunyai keterkaitan dengan salah satu divisi di CIA?

Read More »

The Darkest Minds ‘Pikiran Terkelam’ – Alexandra Bracken

Judul                     : The Darkest Minds (The Darkest Minds #1)
Penulis                 : Alexandra Bracken
Penerjemah       : Lulu Fitri Rahman
Penerbit              : Fantasious (Ufuk Publishing House)
Terbit                    : Cetakan pertama, 2014
Tebal                     : 584 halaman
Rate                       : 5 /5

“Mereka tidak pernah takut pada anak-anak yang akan meninggal, atau kehilangan yang mungkin terjadi. Mereka takut pada kami—anak-anak yang masih hidup.” —The Darkest Minds, hlm. 7

Dunia baru saja jungkir balik. Para orangtua berbondong-bondong memasukkan anak mereka ke dalam kamp, atau lebih tepat disebut rumah sakit jiwa. Nyatanya, kala anak pertama bernama Grace Somerfield meninggal; misteri pun mulai terkuak. Mereka menyebutnya seabgai penyakit Everheart, tapi tak lama kemudian orang memberikan nama yang lebih layak sebagai: Idiopathic Adolescent Acute Neurodegeneration—Degenerasi Saraf Akut Remaja Idiopatik (IAAN).

Di hari ulang tahunnya yang kesepuluh, Ruby mencium kening kedua orangtuanya sebelum tidur, tapi ia tak pernah tahu, kalau tanpa sadar ia baru saja menyeludup ke dalam benak mereka dan memanipulasinya dengan sebuah kilatan cahaya.

Keesokan harinya, Susan—ibunya—memekik ngeri, mengetahui seorang gadis baru saja merangsek ke dalam dapurnya. Namanya Ruby. Tapi bukankah Ruby nama anak perempuan mereka? Lantas, mengapa ia tak kenal tentang gadis yang baru saja mengucek mata dan turun dari kamar tidurnya itu?

“Mom?” Kemudian, lebih keras. “Mom?”

Dia berbalik begitu cepat sehingga wajannya jatuh dari kompor dan hampir menjatuhkan korannya ke nyala api. Kulihat tangannya terulur ke kompor di belakang, memutar salah satu kenop hingga bau gas lenyap.

“Aku tidak enak badan. Boleh aku di rumah saja hari ini?”

“Bagaimana—bagaimana caramu masuk?”

“Aku tanya bagaimana caramu masuk, Nona. Siapa namamu? Kau tinggal di mana?”

“Aku tinggal di sini!” ucapku. “Aku tinggal di sini! Aku Ruby!”

 

The Darkest Minds, hlm. 352

 

Ruby masuk ke dalam kamp Thurmond enam tahun lalu. Kamp yang menakutkan dengan para penjaga PSF yang selalu mengadakan patroli. Dalam Thurmond, para tahanan anak diberi kategori; Hijau, Biru, Kuning, Oranye, dan Merah. Warna-warna itu disemprot silang di punggung mereka. Ruby dimasukkan dalam kategori hijau. Kategori yang tidak terlalu berbahaya, tapi di dalam benaknya, gadis itu tahu, ia harus selalu menjaga jarak dengan orang-orang karena tak ingin menyakiti mereka, terlebih Samantha—satu-satu sahabatnya di dalam kamp.

Kala itu Dengung Statis itu menyala, Ruby ditemukan ambruk di Kebun. Satu pertanyaan yang mencuat, Dengung Statis tak seharusnya memengaruhi Hijau. Mereka seharusnya hanya memengaruhi Kuning dan Oranye, lantas siapakah Ruby?

Read More »