
Judul : Let It Snow ‘Dalam Derai Salju’
Penulis : John Green, Maureen Johnson, Lauren Myracle
Penerjemah : Rosemary Kesauly, Kristi Ardiana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan pertama, 2014
Tebal : 312 halaman
Rate : 4 / 5
“Aku tahu tidak seorang pun sempurna, di balik semua kesempurnaan tampak luar, pasti ada kehidupan rahasia yang pelik serta kesedihan yang disembunyikan.” –Let It Snow ‘Dalam Derai Salju’, hlm. 23
Biarkan orang lain tertawa keras-keras, tapi Malam Natal tidak seharusnya dihabiskan dengan termangu di kereta bobrok yang dilanda badai salju.
Jubilee Dougal baru saja menerima telepon mendadak dari penjara. Kedua orangtuanya pasti sudah gila. Selain keranjingan Flobie Santa Village; kini mereka malah terlibat di antara kerusuhan demi koleksi Flobie terbaru. Jubilee harus mengalah, semua penerbangan dibatalkan akibat cuaca buruk, dan ia harus melintasi jalanan darat ke Florida, untuk tinggal di rumah kakek-neneknya.
Bukan masalah besar bagi Jubilee, tapi duduknya mulai tak enak, menyambut seseorang yang duduk di hadapannya dan berbagi piza ala microwave, namanya Jeb. Jeb bukan pria yang buruk, hanya saja Jubilee begitu risih dengan kawanan cheerleader yang tak hentinya takabur soal manuver-manuver sorak mereka.
Tak ada telepon dari Noah, pacar Jubilee yang supersibuk dan serbasempurna itu, terlebih kala kereta mereka mengalami gangguan mesin setelah melalui badai salju. Para penumpang terpaksa menginjakkan kaki di kota mungil bernama Gracetown. Tak sulit untuk mendapatkan bantuan, toh Jubilee menemukan satu dari Stuart Weintraub, yang nyatanya baik hati, kendati awalnya sedikit sinis mengenai sikap Noah yang kepalang acuh tak acuh.
Sementara Jubilee menghabiskan Malam Natal-nya dengan menggigil di rumah Stuart. Para kawanan cheerleader berlari ke arah Waffle House; Keun dan kedua temannya yang bekerja malam itu merancang kompetisi sinting yang membuat Tobin dan JP serta-merta mengajak The Duke berlari menembus badai salju. Hanya ada satu regu pemenang yang dapat masuk ke dalam Waffle House. Tapi hanya satu syarat juga yang membuat mereka dapat lolos. Mereka harus membawa papan Twister sejauh puluhan kilometer dari rumah Tobin. Well, pertarungan tidak semudah itu. Kala itu adalah malam hari. Dan juga badai salju. Serta serangan tersadis dari si Kembar Reston, Tobin harus terus berlari demi menjemput cheerleader pujaannya.
“Liburan membuat orang-orang tiba-tiba sangat tergantung dan sangat membutuhkan orang lain—dan bagim efeknya dua kali lebih terasa karena seharusnya kau dan Jeb merayakan setahun jadian.” –Let It Snow ‘Dalam Derai Salju’, hlm. 216
Sepeninggal Malam Natal, Addie—Adeline—tak hentinya menangisi rambut baru ciptaannya. Jeb tak meneleponnya dari kemarin. Padahal ia sudah bertekad untuk menunggu dua jam di Starbucks demi bertemu cowok itu, hingga akhirnya ia berlari ke salon di seberang jalan dan nekat memotong rambut indahnya. Ia tahu, ia bodoh, tapi apa yang harus ia lakukan. Ia sudah mencoba segalanya, mengirimi Jeb untuk sebuah janji temu. Tapi, apa gunanya sebuah email. Bukannya Jeb memang pria terkaku yang pernah ia temui?
Read More »