Never Fade ‘Takkan Pernah Pudar’ – Alexandra Bracken

Judul                     : Never Fade (The Darkest Minds #2)
Penulis                 : Alexandra Bracken
Penerjemah       : Linda Boentaram
Penerbit              : Fantasious (Ufuk Publishing House)
Terbit                    : Cetakan pertama, November 2014
Tebal                     : 624 halaman
Rate                       : 4.5 / 5
   

“Kau akan pergi dan menemukan Liam. Kau akan membawa pulang informasi itu. Aku tak pernah meragukannya. Karena, Permataku.” Never Fade ‘Takkan Pernah Pudar’, hlm. 106

 
 
Setelah menghapus jejaknya dalam ingatan Liam dan meninggalkan Chubs dalam keadaan tertembak, Ruby sepakat mengikuti perjanjiannya dengan Cate; bergabung dengan Liga Anak—sebuah organisasi yang dikepalai John Alban. Dalam Liga Anak, Ruby tak sulit mendapatkan perhatian, kemampuannya sebagai Oranye, membuatnya ditugaskan untuk memimpin sebuah regu kecil.

Suatu hari di sebuah Op penyelamatan yang dilakukannya bersama Rob Meadow, muncul sebuah serangan yang nyaris mengancam nyawa Ruby dan Vida. Serangan balik itu menuai kecurigaan bahwa Rob sendirilah yang merancang hal tersebut bersama para pemberontak baru, yang berambisi menggunakan para anak Psi sebagai sasaran untuk menjatuhkan kekuasaan Presiden Gray.

Ruby rupanya menemukan Cole Stewart, kakak laki-laki Liam, pada sebuah Op penangkapan terbaru. Cole yang tengah menjalankan misi penelitannya mengenai penawar penyakit IAAN (Idiopathic Adolescent Acute NeurodegenerationDegenerasi Saraf Akut Remaja’) meletakkan seluruh bahan penelitiannya pada flash drive yang dijahitkan di dalam jaket. Akan tetapi, lantaran panik dan menyuruh Liam lekas pergi, adik laki-lakinya malah salah mengganjur jaket miliknya dan menghilang.

Cole menyuruh Ruby mengambil risiko terbesar dan menemukan flash drive itu secara diam-diam. Ia perlu menemukan Liam, yang seharusnya tak pernah ia temui kembali. Namun, menembus barikade Liga Anak tanpa sepengetahuan Rob pun tentunya tidak mudah. Ia perlu mengemban tanggungjawab untuk melindungi anggota regunya, begitu juga dengan serangan sok tahu dari Vida yang menguntit secara diam-diam. Hingga mereka bertemu dengan Chubs, Ruby tak tahu, apakah hatinya siap untuk kembali bertemu dengan Liam.
 
 

“Aku tak ingin tahu pendapat Chubs tentangku setelah tahu apa yang telah kulakukan untuk Liga. Aku tidak ingin tahu yang dipikirkan Liam tentangku atau bau asap di ruambutku yang tak pernah hilang, sebanyak apa pun aku telah mencucinya.”Never Fade ‘Takkan Pernah Pudar’, hlm. 213

Read More »

The Giver ‘Sang Pemberi’ – Lois Lowry

 

Judul                     : The Giver ‘Sang Pemberi’
Penulis                  : Lois Lowry
Penerjemah         : Ariyantri Eddy Tarman
Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama
Terbit                    : Cetakan pertama, Agustus 2014
Tebal                     : 232 halaman
Rate                       : 4 /5

 

 

“Bagian terburuk menyimpan ingatan bukan rasa sakitnya tapi kesepiannya. Ingatan harus dibagi.

Lois Lowry, The Giver ‘Sang Pemberi’

 

Saat itu menjelang Desember, dan Jonas mulai merasa takut. Tapi, lagi-lagi ia kembali mempertimbangkan kata yang dipakainya. Mungkin bukan takut. Ia hanya khawatir. Upacara Dua Belas hanya tinggal hitungan hari, dan masa depan setiap anak pun sudah ditentukan. Bagaimana jika ia tidak mendapatkan Penugasan yang tepat?

Sudah sekian lama Jonas hidup dalam sebuah kenyataan yang sempurna. Semuanya nampak terkendali dan teratur. Tidak ada perang, kelaparan, ketakutan, dan kesakitan. Dalam Komunitas semua orang punya kehidupan yang “sama” dan kebohongan sama sekali tidak diizinkan.

Dalam Upacara Kedua Belas-nya, Jonas berharap, ia akan mendapatkan peran penting dalam Komunitas dan dipanggil dengan urutan yang seharusnya. Tapi kala itu, sesuatu tengah berlangsung ganjil, tidak ada nomor sembilan belas, ketika Fiona—sahabat baiknya—kembali melangkah ke tempat duduk. Jonas, si Nomor Sembilan Belas, baru saja terlupakan.

 

“Jonas tidak ditugaskan,” dia memberitahu hadirin, dan jantung Jonas mencelus..

Kemudian Tetua Kepala melanjutkan. “Jonas sudah terpilih.”

The Giver ‘Sang Pemberi’, hlm. 77

 

Awalnya hanya sebuah bisikan, hingga seluruh penghuni Komunitas mengelukan nama Jonas keras-keras. Semua orang telah menanti kehadiran seorang Penerima baru. Seorang yang terpilih untuk mengemban rasa sakit, dan menerima memori-memori lampau dari seorang Pemberi. Sejurus Jonas mungkin dirundung perasaan syukur dan bangga, tapi ia terus bertanya tentang hal yang akan ia lakukan selanjutnya?

 

Read More »

The Darkest Minds ‘Pikiran Terkelam’ – Alexandra Bracken

Judul                     : The Darkest Minds (The Darkest Minds #1)
Penulis                 : Alexandra Bracken
Penerjemah       : Lulu Fitri Rahman
Penerbit              : Fantasious (Ufuk Publishing House)
Terbit                    : Cetakan pertama, 2014
Tebal                     : 584 halaman
Rate                       : 5 /5

“Mereka tidak pernah takut pada anak-anak yang akan meninggal, atau kehilangan yang mungkin terjadi. Mereka takut pada kami—anak-anak yang masih hidup.” —The Darkest Minds, hlm. 7

Dunia baru saja jungkir balik. Para orangtua berbondong-bondong memasukkan anak mereka ke dalam kamp, atau lebih tepat disebut rumah sakit jiwa. Nyatanya, kala anak pertama bernama Grace Somerfield meninggal; misteri pun mulai terkuak. Mereka menyebutnya seabgai penyakit Everheart, tapi tak lama kemudian orang memberikan nama yang lebih layak sebagai: Idiopathic Adolescent Acute Neurodegeneration—Degenerasi Saraf Akut Remaja Idiopatik (IAAN).

Di hari ulang tahunnya yang kesepuluh, Ruby mencium kening kedua orangtuanya sebelum tidur, tapi ia tak pernah tahu, kalau tanpa sadar ia baru saja menyeludup ke dalam benak mereka dan memanipulasinya dengan sebuah kilatan cahaya.

Keesokan harinya, Susan—ibunya—memekik ngeri, mengetahui seorang gadis baru saja merangsek ke dalam dapurnya. Namanya Ruby. Tapi bukankah Ruby nama anak perempuan mereka? Lantas, mengapa ia tak kenal tentang gadis yang baru saja mengucek mata dan turun dari kamar tidurnya itu?

“Mom?” Kemudian, lebih keras. “Mom?”

Dia berbalik begitu cepat sehingga wajannya jatuh dari kompor dan hampir menjatuhkan korannya ke nyala api. Kulihat tangannya terulur ke kompor di belakang, memutar salah satu kenop hingga bau gas lenyap.

“Aku tidak enak badan. Boleh aku di rumah saja hari ini?”

“Bagaimana—bagaimana caramu masuk?”

“Aku tanya bagaimana caramu masuk, Nona. Siapa namamu? Kau tinggal di mana?”

“Aku tinggal di sini!” ucapku. “Aku tinggal di sini! Aku Ruby!”

 

The Darkest Minds, hlm. 352

 

Ruby masuk ke dalam kamp Thurmond enam tahun lalu. Kamp yang menakutkan dengan para penjaga PSF yang selalu mengadakan patroli. Dalam Thurmond, para tahanan anak diberi kategori; Hijau, Biru, Kuning, Oranye, dan Merah. Warna-warna itu disemprot silang di punggung mereka. Ruby dimasukkan dalam kategori hijau. Kategori yang tidak terlalu berbahaya, tapi di dalam benaknya, gadis itu tahu, ia harus selalu menjaga jarak dengan orang-orang karena tak ingin menyakiti mereka, terlebih Samantha—satu-satu sahabatnya di dalam kamp.

Kala itu Dengung Statis itu menyala, Ruby ditemukan ambruk di Kebun. Satu pertanyaan yang mencuat, Dengung Statis tak seharusnya memengaruhi Hijau. Mereka seharusnya hanya memengaruhi Kuning dan Oranye, lantas siapakah Ruby?

Read More »