Red Queen – Victoria Aveyard

ciz7chsu4aalrfy
 
 
Judul                     : Red Queen (Red Queen #1)
Penulis                  : Victoria Aveyard
Penerjemah         : Shinta Dewi
Penerbit               : Penerbit Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, April 2016
Tebal                     : 516 halaman
Rate                       : 4.5/5
 
 

 “Kau juga sesuatu yang lain. Sesuatu yang tidak dapat kupahami. Kau adalah Merah sekaligus Perak, sebuah keganjilan dengan konsekuensi mematikan yang tidak bisa kau pahami.” Red Queen, hlm. 114

 

Mare Barrow tidak lebih dari sekadar pencopet kaum Merah. Dari ketidak terampilannya untuk mengabdi pada kaum Perak, ia hanya tinggal mengunggu waktunya untuk ditarik ke medan perang seperti kakak-kakaknya terdahulu. Dari antara kelima saudara, Gisa memang yang paling terampil. Mare yakin, lewat benang dan jarum yang menjadi senjata Gisa, setidaknya keluarga Barrow akan aman dari sentuhan kekejian kaum Perak.

Mare Barrow punya waktu satu tahun untuk menunggu, sementara Kilorn, sahabat baiknya, hanya punya beberapa hari. Mare tak ingin melihat Kilorn pergi seperti ketiga kakaknya. Kilorn punya pria handal dalam bersenjata, alih-alih mati konyol di garda depan.

Semua orang di Desa Jangkungan tahu satu cara untuk mendapatkan hal yang mustahil. Will si Penyelundup berjanji akan menyelundupkan Kilorn lewat tengah malam, dengan satu syarat, yaitu bayaran yang amat sangat mahal. Mare, yang kehabisan akal, meminta bantuan Gisa untuk menyusup ke daerah kaum Perak; berniat mencuri koin-koin mereka yang bernilai tinggi. Namun, tanpa disengaja semuanya terjadi dengan begitu gegabah. Mare menghancurkan segalanya, hingga mengakibatkan Gisa kehilangan pekerjaannya.

Mare malu untuk pulang. Ia pergi ke bar dan bertemu dengan pria asing sembari menceritakan kisah hidupnya. Pria itu bisa aja pelayan kerajaan. Dengan semua kemewahan itu lalu koin-koinnya yang bernilai tinggi. Mare pulang dengan satu tujuan: menyelamatkan Kilron.

Namun tanpa disangka, lewat tengah malam pintu kediaman Barrow malah disatroni pengawal kerajaan. Mare Barrow kehilangan satu tahun waktu penantiannya. Tepat ketika ia memasuki lantai licin itu, ia tahu, hidupnya takkan lagi sama, terlebih saat ia tahu siapa pria semalam yang ia jumpai dan memberikan dua keping koin Perak.

Read More »

The Revenant – Michael Punke

cdesjt8uiaekndv
 
 
Judul                     : The Revenant
Penulis                  : Michael Punke
Penerjemah         : Reni Indardini & Putro Nugroho
Penerbit               : Penerbit Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, Maret 2016
Tebal                     : 385 halaman
Rate                       : 4.5/5
 

“Aku merasakan ketertarikan pada petualangan ini, yang belum pernah aku rasakan pada apa pun sebelumnya dalam hidupku. Aku yakin, keputusanku melakukan ini adalah benar, meski aku tidak bisa memberitahumu dengan pasti alasannya.” The Revenant, hlm. 118

 

Di bawah pimpinan Andrew Henry, sejumlah pemuda dan penjelajah dikerahkan untuk terlibat dalam perdagangan bulu. Kala itu Agustus 1823, Hugh Glass—seorang penjelajah berpengalaman dan ahli mencari jejak, berhasil mengawal sepuluh orang pria untuk berjaga malam dan mengantisipasi serangan dari suku primitif. Namun, tiba-tiba saja serangan yang tidak diduga malah menerkam dirinya.

Seekor beruang grizzly menyerangnya satu lawan satu. Dengan satu ledakan senapan Anstadt dan besatan belati miliknya, beruang grizzly mati; pun dirinya yang terluka parah. Hugh Glass tercabik-cabik. Hidupnya tidak akan lama.

Setelah Kapten Henry menjahit lukanya. Satu per satu kru bergantian membawa tandu demi terus melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan mereka.  Sayangnya, medan yang perlu dilalui membuat mereka kewalahan membawa tubuh Glass yang terantuk berkali-kali. Uang $70 disayembarakan oleh Kapten Henry bagi dua orang pemuda yang rela menjaga Glass hingga ajal menjemput dan menyemayamkannya dengan adat Katolik. Fitzgerald—si Mulut Besar—rupanya tidak ingin berdusta terlalu lama. Ia ingin $70 itu. Berbeda dengan Jim Bridger yang secara sukarela ingin merawat Glass.

Itu semua akal-akalan Fitzgerald yang sudah lama mengincar Anstadt milik Glass. Ketika ia pikir Glass yang sekarat akan mati dalam hitungan detik. Pria jahat itu menakut-nakuti Bridger dan membuatnya tunggang-langgang; membawa senapan serta belati milik Glass.

Glass tidak menyerah. Dendam serta-merta menguasai dirinya. Dan di saat itulah, ia memutuskan untuk merangkak naik. Menyeret tubuhnya sejauh ratusan mil demi menutut Anstadt-nya kembali.

 Read More »

A Man Called Ove – Fredrik Backman

28916932
 
 
Judul                     : A Man Called Ove
Penulis                  : Fredrik Backman
Penerjemah         : Ingrid Nimpoeno
Penerbit               : Penerbit Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, Januari 2016
Tebal                     : 440 halaman
Rate                       : 4/5
 
 

“Kita merasa gentar terhadap kematian, tapi sebagian besar dari kita merasa paling takut jika kematian itu membawa pergi orang lain. Sebab yang selalu menjadi ketakutan terbesar adalah jika kematian itu melewatkan kita. Dan meninggalkan kita di sana sendirian.”A Man Called Ove, hlm. 425

 

Laki-laki tua itu bernama Ove. Bukan tipe yang romantis. Bukan juga tipe yang ramah. Jika seseorang berani membawa mobil mereka ke depan plang dilarang parkirnya, ia tak segan-segan menegur. Apalagi mengadakan pertikaian besar tentang melanggar sebuah aturan.

Seumur hidup Ove percaya akan idealismenya. Ia tak perlu opini orang lain, tak perlu juga apresiasi yang menjadikannya terkenal. Biar saja ditemani mobil keluaran Saab. Toh yang ia cintai selama ini hanya kebenaran, mobilnya, dan Sonja.

Hanya Sonja seorang yang berhasil membuat Ove luluh. Sonja bukan saja cantik. Perempuan itu mencintai buku-buku dan menyayangi suaminya yang tegas tapi penuh kejujuran. Sonja dan Ove bagaikan kutub magnet yang berbeda, yang satu berwarna, sedangkan Ove hanyalah laki-laki hitam-putih yang sederhana.

Para tetangga sering mengecap Ove sebagai pria pemarah, tetapi bagaimana dengan dulu? Apakah perangainya memang seperti itu?

 
 
Read More »

Tiga Sandera Terakhir – Brahmanto Anindito


 
 
Judul                     : Tiga Sandera Terakhir
Penulis                 : Brahmanto Anindito
Penerbit              : Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, Mei 2015
Tebal                     : 316 halaman
Rate                       : 4 / 5
 
 

“Semua ini sudah dimulai dari masa penjajahan Belanda. Dan penyelesaian status Papua ternyata masih berlarut-larut setelah Indonesia merdeka. Tidak selesai-selesai sampai 1961, sampai Indonesia-Belanda terlibat perang terbuka.” –Tiga Sandera Terakhir, hlm. 36

 
 

Penyanderaan lima korban yang dilakukan Akilas dan Mikael bukan semata-mata aksi kriminalitas biasa. Semuanya persoalan ideologi. Paham yang berbeda dan membuat harga diri warga Papua terinjak-injak. Pulau yang seharusnya memiliki kekayaan alam yang berlimpah malah dijadikan tambang dan dieksploitasi habisan-habisan, sementara kaum kapitalis di ibukota dan negara lain yang menikmatinya.

Mereka ingin merdeka. Dengan menyandera lima korban—dua warga negara Indonesia, satu warga negara Australia, dan sepasang warga negara Perancis. Semua aksi tersebut memberikan klu akan keberadaan OPM, Organisasi Papua Merdeka. OPM rela melakukan segalanya demi memperjuangkan kemerdekaan dari Papua Barat.

Sementara satu per satu korban berjatuhan, Kolonel Larung Nusa segera ditugaskan menuju Bumi Cenderawasih. TNI berharap banyak di bawah pimpinannya, OPM akan segera ditangani. Namun, sayangnya, lawan TNI kali ini tidaklah mudah. Banyak siasat yang perlu dilakukannya termasuk membentuk sebuah tim bayangan.
 
 

Read More »

Magnus Chase and the Gods of Asgard #1: The Sword of Summer – Rick Riordan


 
Judul                     : Magnus Chase and the Gods of Asgard #1: The Sword of Summer
Penulis                  : Rick Riordan
Penerjemah         : Reni Indardini
Penerbit               : Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, Oktober 2015
Tebal                     : 623
Rate                       : 4/5
 
 

“Aku tahu rasanya menjadi cangkir kosong, merasakan semua yang kita miliki dirampas. Tapi, kau tidak sendirian. Sebanyak apa pun sihir yang pelu kaugunakan, tidak apa-apa. Akan kami lindungi kau. Kamu keluargamu.”Magnus Chase and the Gods of Asgard #1: Sword of Summer, hlm. 532

 

Sudah dua tahun Magnus Chase menggelandang di jalanan Kota Boston. Tidur dengan beralasan kantong tidur di tengah suhu ekstrem. Berkawan dengan dua tunawisma lainnya, Blitz dan Hearth. Ia berusaha melarikan diri dari kejaran polisi, kalau-kalau mereka mengenali wajahnya yang nampak familier.Kematian ibunya tak ayal membuat Magnus melarikan diri. Ia masih mengingat serigala bermata itu merangsek lewat jendela. Sementara ibunya menjadi sasaran,  ia menyuruh Magnus meloloskan diri melalui pintu.

Hingga hari perlik itu tiba, Paman Randolph—saudara laki-laki ibunya yang menjengkelkan—menemukan Magnus dan memberitahunya tentang sebuah rahasia; membawa Magnus ke dalam griya tawang warisan keluarga—tempatnya menyimpan relik-relik para Dewa Nordik.

Paman Randolph berkata kalau Magnus adalah putra dewa. Dari mulanya tak percaya, lantas keduanya diperhadapkan pada serangan seekor makhluk raksasa bernama Surt. Surt menginginkan Pedang Musim Panas milik Magnus yang merupakan warisan ayahnya, Dewa Frey.  Magnus bertarung hingga titik darah penghabisan. Surt mengempaskan dirinya, menghantam permukaan Sungai Charles.

Paman Randolph dan para kerabat mengira Magnus telah tewas. Namun, semuanya baru saja dimulai ketika ia terbangun di Valhalla.

 
 
Read More »

The Girl On The Train – Paula Hawkins


 
Judul                     : The Girl On The Train
Penulis                  : Paula Hawkins
Penerjemah         : Inggrid Nimpoeno
Penerbit               : Noura Books
Terbit                    : Cetakan kedua, September 2015
Tebal                     : 431 halaman
Rate                       : 5/5
 
 

Satu berarti penderitaan, dua berarti kebahagiaan, tiga berarti bocah perempuan. Tiga berarti bocah perempuan. Aku tertahan pada tiga, aku tidak bisa melanjutkannya lagi. Kepalaku dipenuhi suara, mulutku dipenuhi darah. Tiga berarti bocah perempuan. Aku bisa mendengar burung-burung magpie itu, mereka tertawa, mengejekku, terkekeh parau. Ada kabar. Kabar buruk. Kini aku bisa melihat mereka, hitam dilatari matahari. Bukan burung-burung itu, tapi sesuatu yang lain. Seseorang datang. Seseorang bicara kepadaku. Kini lihatlah. Lihatlah apa yang terpaksa kulakukan karenamu.” 

The Girl On The Train, hlm. 403

 

 
Rachel sudah menjadi seorang alkoholik selama bertahun-tahun. Kondisinya kian memburuk ketika Tom berselingkuh dan malah memilih wanita jalang itu. Keduanya memiliki seorang anak perempuan cantik. Dan menghuni rumah kesukaannya.Diam-diam ia memerhatikan rumah tetangganya dari atas kereta. Setiap pagi ia melintas dari Ashbury ke London; kereta yang ia tumpangi selalu berhenti di depan rumah bernomor lima belas. Jess dan Jason, pasangan kesukaannya akan bermesraan di halaman rumah. Rachel dirundung rasa iri. Membandingkan dirinya yang benar-benar kacau. Dan perempuan itu Megan—Jess—dan suaminya Scott—Jason—yang amat sempurna.

Tapi, siapa sangka di balik sebuah kesempurnaan, nyatanya, Rachel sama sekali tidak mengetahui apa-apa. Pagi ketika ia terbangun dari tidur panjang sembari separuh pengar. Kabar itu terlansir. Megan Hipwell menghilang. Anna, si wanita jalang, menuduh Rachel sebagai salah satu yang terlibat.

Rachel berkilah, sembari mencari jawaban. Ingatannya menguap, mencari kepingan dari insiden semalam. Malam ketika ia hendak mengunjungi Tom. Dan pulang dengan dalam keadaan berdarah-darah. Rachel memperhatikan Scott di balik kaca ruang interogasi Detektif Gaskill. Agaknya ia perlu mengalihkan kecintaannya akan alkohol pada hal lain.

Read More »

By the Time You Read This, I’ll Be Dead – Julie Anne Peters

 
 

Judul                     : By the Time You Read This, I’ll Be Dead
Penulis                 : Julie Anne Peters
Penerjemah       : Hedwigis Lani Rachmah
Penerbit              : Noura Books
Terbit                    : Cetakan pertama, April 2015
Tebal                     : 332 halaman
Rate                       : 4 / 5

 
 

“Aku hanya tahu, aku bangun tiap pagi dan berharap aku mati.”By the Time You Read This, I’ll Be Dead, hlm. 78

 
 

Daelyn tidak gemuk, tapi ia selalu berpikir sebaliknya. Menjadi gumpalan lemak menjijikkan. Menjadi bahan tertawaan teman-teman di sekolah. Memang untuk hal-hal itulah dirinya diciptakan.

Orangtuanya bisa saja pindah dari sebuah kondominium, membeli rumah di sebuah lingkungan baru enam bulan lalu untuk sebuah awal baru. Tapi, bagi Daelyn. Semuanya tetap sama. Ia tidak perlu teman, sama seperti teman tidak perlu dirinya. Dan awal dari semua hidup baru, bukanlah sebuah lingkungan baru, melainkan sebuah perjalanan menembus cahaya.

Hanya perlu satu sidik jari yang pas untuk mengakses Menembus-Cahaya, begitu kata forum rahasia itu. Daelyn nampak begitu bersemangat. Ia menekan “iya” tanpa ragu. Menentukan tanggal yang pas, yaitu dengan hitung mundur menuju 23 hari sebelum ia mewujudkan rencana sempurnanya.

Setelah beberapa kali, bahkan puluhan kali, Kim dan Chip berhasil menyelamatkan nyawanya. Kali ini tidak akan ada yang bisa menghalangi Daelyn. Ia harus segera pergi dari dunia ini, dengan begitu ia bisa bebas.

Tapi, sebuah petaka muncul. Santana Llyod Girard II merebut bangku miliknya. Bangku yang seharusnya ia gunakan seorang diri untuk menunggu Kim menjemput. Tapi, laki-laki itu begitu ngotot ingin mengenal Daelyn. Kendati diabaikan, Santana tidak semudah itu menyerah.

Daelyn menjadi bimbang. Ia tidak ingin seorang pun menjadi dekat dengannya. Apalagi seorang laki-laki. Tidak ada hal lain yang diinginkan oleh seorang laki-laki, selain hal yang paling ditakuti dirinya.

Read More »