My Boyfriend’s Wedding Dress – Kim Eun Jeong


 
 
Judul                     : My Boyfriend’s Wedding Dress
Penulis                  : Kim Eun Jeong
Penerjemah         : Dwita Rizki Nientyas
Penerbit               : Penerbit Haru
Terbit                    : Cetakan ketiga, April 2013
Tebal                     : 444 halaman
Rate                       : 3/5
 
 

“Kau tahu? Kau sangat tidak cocok dengan definisi anak yatim piatu yang kau berikan. Anak yatim piatu yang ada dalam pikiranmu adalah anak yang kesepian, pesimis, dan memiliki kehidupan yang berat, sementara kau hidup dengan sangat berkecukupan. Bahkan, kadang aku merasa kau tidak peduli walau kau adalah seorang anak yatim paitu. Oleh kare itu, aku tidak mengerti kenapa kau selalu berkata seperti itu.” –My Boyfriend’s Wedding Dress, hlm. 357

 
 

Hae Yoon selalu beranggapan kalau dirinya adalah seorang yatim piatu yang sangat sial. Jarang tersenyum sampai-sampai tak ada seorang pun ingin mengadopsi dirinya saat di panti asuhan. Ketika dewasa, Hae Yoon tumbuh menjadi seorang pengacara andal. Ia tinggal di New York dan didukung secara finansial oleh Oh hwejangnim—pemilik perusahaan Bonbon Paper.Di usianya yang ke-33, Oh hwejangnim secara sengaja menjodohkannya dengan Oh Ye Rin, cucu semata wayangnya sekaligus pemegang separuh saham kepemilikan Bonbon Paper. Oh Ye Rin yang memiliki penampilan menarik dan berprofesi sebagai perancang busana terkenal, sama sekali tidak membuat Hae Yoon tertarik. Alih-alih menolak, Hae Yoon berpikir untuk menikmati separuh kekayaan dari Bonbon Paper.

Namun, siapa sangka kalau Ye Rin yang maniak gaun pengantin itu berteriak panik saat melihat gaunnya tertukar. Gaun pengantin satu-satunya karya perancang busana terkenal di Italia dan kini malah dikirim ke belahan dunia lainnya.

Hae Yoon, yang telah membuat perjanjian dengan Ye Rin mengenai pernikahan gadungan mereka, mau tak mau harus menghadapi fobia terbangnya. Duduk manis selama enam belas jam dan mendarat di Incheon.

Menemukan gaun tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebaliknya, Han Se Kyoung, yang memutuskan untuk melarikan diri di hari pernikahannya, baru saja menjemput orang yang salah. Setelah melaporkan laki-laki yang mengaku sebagai ututsan Ye Rin, Se Kyoung malah harus terlibat dalam sebuah petualangan konyol demi mendapatkan baju pengantin yang pernah melekat di tubuhnya.

 
 

Setelah dibikin ketawa-ketiwi dengan “So, I Married the Anti-fan”, akhirnya tercapai juga membaca karya lain dari Kim Eun Jeong. Masih ber-genre serupa; ada unsur komedi, roman, sekaligus berlatarbelakang kehidupan wanita karier di Kota Seoul. Tapi, dibanding novel sebelumnya, “My Boyfriend’s Wedding Dress” memiliki bobot konflik yang lebih serius. Tidak melulu menceritakan tentang cinta pertama, yang klise diusung sebagai konflik roman-komedi, kali ini Kim Eun Jeong memperdalam inti masalah kepada pengertian dalam hubungan dan komitemen dalam pernikahan. Walau adegan-adegannya masih terkesan konyol dan dibuat-buat, tapi kentara kalau Kim Eun Jeong ingin menulis tentang hal yang lebih dewasa dan tidak mudah dilupakan begitu saja oleh pembaca.

Permasalahan utama dari “My Boyfriend’s Wedding Dress” adalah tentang pencarian sebuah gaun pengantin yang tertukar. Tapi, penyajian ceritanya tidak semudah itu. Gaun pengantin yang merupakan benda sepele hanya digunakan oleh Kim Eun Jeong sebagai jembatan antara permasalahan hubungan yang dihadapi oleh kedua pihak, laki-laki dan perempuan. Han Se Kyoung dengan misi melarikan dirinya dari acara pernikahan dan Hae Yoon yang masih berkelit ketamakannya mendapatkan separuh saham Bonbon Paper. Hingga akhirnya mereka bertemu karena insiden konyol di Bandara Incheon—sebuah adegan khas drama Korea yang pastinya mudah dibayangkan pembaca. Selanjutnya, pembaca dibikin harus menyimak setiap dialog sahut-sahutan dan bentakan-bentakan antara Hae Yoon dan Se Kyoung. Berbeda dengan novel “So, I Married the Anti-fan” yang punya pembagian alur bersegmen. “My Boyfriend’s Wedding Dress” memacu adrenalin pembaca untuk terus menyimak perkembangan dari misi pencarian gaun pengantin tersebut. Kendati pemenemukan si pemilik palsu dari gaun pengantin tersebut dirasa mudah, namun keberadaan gaunlah yang menjadi kendala dari semuanya.

Kim Eun Jeong selalu memudahkan pembaca dalam membayangkan adegan di novelnya. Kalimatnya tidak memakai diksi-diksi super-ribet. Memang beberapa adegan harus disimak dengan ekstra hati-hati. Tapi, yang menjadi daya tarik untuk saya dalam menyimak cerita-ceritanya adalah dari pengambilan sudut pandang orang ketiga yang mengacu pada masing-masing individu para tokoh utama. Hanya saja, dari segi terjemahan, saya lebih menyukai “So, I Married the Anti-fan” yang terasa lebih efektif. Banyak kalimat-kalimat dalam “My Boyfriend’s Wedding Dress” yang sulit dicerna bukan lantaran diksinya tapi karena pengulangan beberapa konjungsi sehingga kalimat jadi terkesan memutar-mutar dan sulit untuk dipahami.

“My Boyfriend’s Wedding Dress” dibuka dengan gaya introduksi yang serupa dengan “So, I Married the Anti-fan”. Introduksi kilat. Tidak bertele-tele. Dan bersifat analitik. Kalimat-kalimat di bab pertama langsung menjurus ke beberapa permasalahan utama tentang pernikahan dan percintaan Han Se Kyoung, yang lantas diteruskan pada perkenalan dari sisi seorang Hae Yoon. Tapi, untuk segmen selanjutnya, jika dibanding dengan “So, I Married the Anti-fan”, “My Boyfriend’s Wedding Dress” lebih mengharapkan pembaca untuk membaca secara cepat. Sifatnya bukan lagi seperti drama berseri melainkan sebuah film stand-alone dengan satu misi menemukan gaun pengantin yang hilang.

Penataan plotnya cukup menegangkan. Walau ada yang terkesan mengada-ngada lantaran konflik yang dipilihnya kepalang ringan dan tidak seperti kejadian sehari-hari pada umumnya, tapi saya merasa pengembangan hubungan antara kedua tokoh utamanya pun sama-sama diburu waktu. Kalau di “So, I Married the Anti-fan”, para karakternya diizinkan mengenal satu sama lain secara perlahan, entah kenapa dalam “My Boyfriend’s Wedding Dress”, tiga per empat cerita yang saya simak lebih kepada adu argumentasi antara Hae Yoon dan Se Kyoung. Hingga mencapai ke anti-klimaks, hubungan keduanya masih mengambang tapi malah ditutup dengna premis yang nyaris serupa dengan premis yang Kim Eun Jeong gunakan dalam “So, I Married the Anti-fan”.

Terlepas dari itu, Kim Eun Jeong sangat berhasil mengembangkan penokohan karkater utamanya. Jauh melebihi yang ia gunakan pada novel “So, I Married the Anti-fan”. Para tokohnya nampak lebih rill. Bukan dari segi deskripsi fisik. Alih-alih, permasalahan yang diangkatnya sebagai konflik tidak seputar masalah percintaan. Ada masalah kerjaan. Seperti pekerjaan yang dilakoni Han Se Kyoung sebagai Tim Kepala dari sebuah perusahaan EO, yang mana ia sibuk setengah mati memikirkan konsep-konsep jitu dalam mewujudkan impian para kliennya. Pembaca seakan-akan dibuat memahami Se Kyoung dari segi kepribadian, pun pekerjaannya.

Secara kepribadian para tokoh. Sesungguhnya, saya sebagai pembaca agak sedikit kesal dengan penokohan Se Kyoung yang super-cengeng. Dan keganjilan lainnya yang saya tangkap ada pada pemerang laki-lakinya. Bukan satu orang, tapi tiga. Tiga karakter laki-laki yang punya karakter kaya raya, tangkas, juga tampan, tapi malah hendak merebut satu perempuan yang biasa-biasa saja. Sebuah plot yang amat sangat drama.

Akan tetapi, itu semua masalah preferensi pembaca. Kalau menyukai sesuatu yang berbau happily ever after, saya rasa, “My Boyfriend’s Wedding Dress” masih dapat dimasukkan ke dalam daftar rekomendasi bacaan. Namun, jika yang selalu berpikir kritis, “My Boyfriend’s Wedding Dress” bisa dibilang sedikit mengada-ngada.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s