Sunset Holiday – Nina Ardianti & Mahir Pradana

 

 

Judul                     : Sunset Holiday
Penulis                 : Nina Ardianti & Mahir Pradana
Penerbit              : GagasMedia
Terbit                    : Cetakan pertama, Juni 2015
Tebal                     : 470 halaman
Rate                       : 4.5 / 5

 
 

“Karena ibarat jalan panjang, hal-hal nggak enak itu adalah polisi tidur atau lubang di jalan. Memang membuat perjalanan kita melambat dan nggak enak, tapi lihat sisi positifnya, dengan jalan lebih lambat, kamu lebih bisa menikmati pemandangan.”Sunset Holiday, hlm. 198

 
 
Bermodal nekat, Audy berangkat seorang diri menjelajahi tur Eropa lewat itinerary impiannya. Sayangnya karena kepolosannya, ia pun ketinggalan kereta ke Brussels. Destinasi pertama yang seharusnya menjadi tempat menginapnya malam nanti. Mau tak mau Audy mengikuti saran Aidan, kakak laki-lakinya lewat telepon. Ia akan tinggal satu malam di Paris dan berusaha membunuh waktu dengan mengambil rute pertama; mengunjungi Menara Eiffel.

Ibi, seorang wartawan lepas yang baru juga tertinggal kereta pagi menuju Brussels, mau tak mau harus mengejar ketinggalan berita dengan meliput jumpa pers di Paris. Pertemuan Audy dan Ibi dibilang tak sengaja. Lagi-lagi lewat kepolosannya, Audy nyaris tertipu pedagang gelap yang mencoba menjual gantungan kunci. Ibi datang menolongnya. Dari embel-embel saling menolong, Ibi malah bertindak impulsif dan ikut dalam itinerary  Audy.

Audy pada mulanya menaruh curiga. Siapa sih Ibi? Kok tiba-tiba laki-laki itu bersikap akrab. Bisa saja kalau laki-laki itu hendak menculiknya. Terlebih kasus human trafficking tengah marak diperbincangkan di media. Tapi, lama-kelamaan siapa sangka di antara keduanya menyusup sebuah perasaan yang tidak pernah mereka sangka.

Mulai dari Amsterdam, Munich, Praha, Roma, Venezia, Barcelona, dan Madrid. Siapa sangka kalau Audy malah enggan pulang ke tanah air dan menghadapi meja kerjanya.

 
 
Tebal bukan berarti tak dapat dilibas habis dalam sekali baca. Jujur, saya ketagihan membaca “Sunset Holiday”. Sekalipun belum pernah menonton trilogi “Before Sunrise” yang dibintangi Ethan Hawke dan Julie Delpy, tapi ketika membaca buku ini, kurang lebih saya bisa membayangkan betapa asyiknya berjalan-jalan membelah kerumunan orang, mengunjungi spot menarik di kota-kota cantik, di Eropa. Suasananya pun dibangun dengan begitu menarik lewat percakapan Audy dan Ibi yang menjadi tokoh utamanya.

Secara ide, saya menyimpulkannya dengan sangat sederhana; tentang pertemuan dua orang asing yang tidak sengaja berjumpa karena berniat saling menolong. Dan begitulah cerita mereka bergulir. Mulai dari menaruh curiga kepada orang asing, akhirnya siapa yang sangka kalau tiba-tiba kedua orang itu malah klop banget saat bertukar cerita. Hal yang benar-benar sepele dan sehari-hari. Dengan begitu mudah juga dibayangkan di benak pembaca. Mungkin itu salah satu penyebab kenapa saya tidak bisa berhenti membaca “Sunset Holiday”. Terlepas dari latarnya yang juga sangat menarik, saya amat menyukai gaya eksekusi kedua penulisnya.

Dengan dua penulis yang memegang masing-masing satu tokoh utama di dalam plot cerita, Mahir Pradana dan  Nina Ardianti dengan sukses membangun karakter Ibi dan Audy dengan sangat baik. Seolah keduanya punya chemistry yang kuat, sehingga ketika Ibi menjelaskan Audy dengan monolog dan dialognya, cewek polos itu sama sekali tidak kehilangan karakter dirinya. Pun halnya dengan karakter Ibi yang cuek dan impulsif. Gaya bahasa yang dipakai keduanya cenderung mengarah ke tulisan populer. Banyak kata-kata yang memang dibuat sehari-hari seperti percakapan layaknya dua orang sahabat yang terlalu excited, membelah hutan turis di Eropa. Dan efeknya, cerita pun terasa sangat mengalir saat dinikmati pembaca. Tapi, tema populer tersebut juga terjadi di analogi-analogi yang dipakai oleh kedua tokohnya; mulai dari judul film, nama bintang film. Untuk pembaca yang memang melek film dan selalu up-to-date pasti tidak jadi masalah, tapi untuk yang memang tidak keranjingan, mungkin jadi sedikit kesulitan untuk membayangkan dan mengerti.

Diayom tema populer yang kental, saya pun menikmati dialog-dialognya yang cukup mendominasi isi cerita, kendati banyak juga monolog yang tidak kalah interaktif. Tapi, ada sedikit koreksi untuk logat Ibi yang saya temukan di kalimat:

 

“Ah, dari sudut sedekat ini , mah, seluruh menara nggak akan masuk ke dalam frame.” Sunset Holiday, hlm. 37

 

Logat ‘mah’ yang mungkin seasyikan ditulis, tapi terasa ganjil mengingat predikat Ibi sebagai keturunan Batak tulen. Agaknya dipengaruhi oleh latar belakang Mahir Pradana yang menetap di Bandung. Juga dengan pergantian padanan kata “aku-kamu” dan “gue-lo” yang cukup intens di sekujur plot cerita. Kerap kali saya sulit jika ingin membaca sedikit cepat alias skimming lantaran seringnya tertukar dan bertanya, ini siapa yang tengah berbicara?

Tapi, saya rasa itu tidak menjadi masalah teknis yang besar, lantaran pembaca sudah dibuat ‘wah’ berkali-kali dengan kalimat-kalimat jitu lainnya yang seringnya mengarah ke arah seloroh terlebih kalau disangkutpautkan dengan masalah keluarga.

Dan seperti novel populer kebanyakan, “Sunset Holiday” memulai kisahnya dengan alur maju yang dibagi ke dalam lima belas bagian, sesuai dengan jadwal itinerary Audy yang hendak menunjungi berbagai kota-kota cantik di Eropa. Ditambah satu prolog yang sedikit menjengkelkan dan epilog yang sepertinya memang sudah dapat ditebak dari awal lewat biografi singkat seorang Nina Ardianti.

Bukan masalah besar. Walau plotnya terkesan standar, tapi lagi-lagi “Sunset Holiday” dapat dianalogikan sebagai acara backpacking go-show, yang mana, pembaca benar-benar buta;  ke mana mereka akan melangkah, Audy dan Ibi selalu saja bisa membikin pembaca terkejut. Ada saja yang mereka perbincangkan. Mulai dari mencicip satu per satu makanan khas di masing-masing daerah, mengunjungi sudut-sudut ikonik di tiap kota, kejadian-kejadian seru yang memang sewajarnya terjadi di sebuah itinerary perjalanan, dan musibah-musibah yang membuat perjalanan mereka terasa luar biasa.

Di antara Audy dan Ibi, keduanya secara tidak langsung menjadi kesukaan saya. Audy memang sanggup membuat saya jengkel di prolog. Tapi, dengan rasa jengkel itu, saya bisa menyimpulkan kalau tokoh Audy ciptaan Nina Ardianti memang dijabarkan dengan baik. Secara analitik dan dramatik. Lewat monolognya yang polos, juga lewat diri seorang Ibi. Yang mana awalnya kebodohannya bikin pembaca kesal dan gemas, tapi lewat karakter yang sama pula, pembaca menjadi trenyuh. Sama halnya dengan karakter Ibi ciptaan Mahir. Dan terakhir, Mamak-nya Ibi, yang selalu saja meletup-letup dengan suaranya yang mengelegar, yang doyan mengobrol via skaip. Lewat dialog-dialog kecil tapi dibuat-buat, tidak perlu dijelaskan dua kali, ras mana yang ia sandang, juga menambah kelucuan cerita “Sunset Holiday”.

Terlepas dari gaya bahasa, plot, dan penokohan, latar yang diusung “Sunset Holiday” adalah yang terpenting. Berbicara tentang Eropa, pastinya banyak perbedaan kultur dan kebiasaan, Ibi, yang menjadi tour guide Audy, sedikit banyak mengingatkan saya pada karakter-karakter di novel “Negeri van Oranje” yang ditulis oleh tiga sahabat yang menlancong ke Negeri Kincir Angin. Ada tips kecil-kecilan tidak lupa disisipkan, bedanya, “Sunset Holiday” tidak membuat pembaca terpaku pada penjelasan panjang lebar di catatan kaki atau glosari khusus, alih-alih, menyeret tips-tips itu untuk terlibat ke dalam plot cerita lewat kejadian-kejadian yang menjadi pelajaran. Seperti halnya bus hop on hop off di Paris, lalu kebudayaan di Belanda yang sudah melek akan hubungan sesama jenis, yang mungkin saja masih tabu di kalangan penduduk di belahan Timur.

Sesungguhnya masih banyak kalau ingin dijabarkan satu per satu, tapi semakin mengingat plotnya, jemari kaki jadi semakin gatal. Ingin mencoba tips-tips dari Ibi, mulai dari petualangan go show, tidur di tenda lantaran tidak mendapat kamar. Dan menemukan teman sekamar untuk melakukan pub crawling.

4.5 bintang untuk keseruan pasangan Ibi-Audy dalam menemukan cinta di tengah petualangan liburan musim panas.

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s